Suatu ketika, saya mendapat undangan dari Benny Rhamdani, Chief editor lini Anak dan Remaja Penerbit Mizan, untuk mengunjungi Bangkok International Book Fair pada tanggal 4-7 April 2013. Ya jelaslah saya mau, ini kesempatan saya untuk mengenal dunia buku di luar sana. Apalagi kepergian ke Bangkok tidak hanya untuk berkunjung ke Book Fair, tetapi juga melakukan pertemuan dengan Minmie Bag Factory, produsen tas Minmie yang lisensi penerbitan bukunya di Indonesia dipegang oleh Mizan. Fyi, Mizan sudah menerbitkan picture book serial Minmie saat ini.
Selain saya dan Bhai Benny, ada 5 orang lain dalam rombongan; Fitria Chakrawati, Erna Fitrini, Nunik Utami, Dewi Cendika, dan Dodi Rosadi. Selain kang Dodi yang kerja sebagai desainer buku Mizan, yang lainnya adalah para penulis freelance di Mizan. Tahu bahwa kita bakalan berangkat rombongan, saya langsung semangat. Minimal kalau kita nyasar nanti di Bangkok, kita bakalan nyasar rame-rame. Horeeee .... #eh.
Mengingat jadwal keberangkatan pesawat pukul 8 (kemudian delay 25 menit) dan harus sudah check-in pukul 6, saya sudah berangkat dari Bandung (bareng Bhai) pukul 1 pagi naik Primajasa. So, jam 4 subuh kita sudah ada di bandara dong, masih sempet buat jogging dulu keliling Terminal 3 dan ngelapin pesawatnya dulu biar tambah kinclong. Sementara itu para peserta kontingen jam segitu baru pada bangun. Curaaaaang .... *pindahin Soetta ke Tasik*
Pukul 6 pagi, semua rombongan akhirnya berdatangan, dan kita langsung foto bareng. Hiyaaa ... check-in bareng ding! Lalu berduyun-duyunlah kita menuju immigrasi. Meski pernah punya paspor sebelumnya (dan pas kadaluarsa cuma dapet stempel satu doang. Hiks), tetapi mendapat stempel imigrasi pertama di paspor yang baru berasa jadi pengalaman baru lagi. Yes, ke luar negeri lagiii! Hihihi ... norak ya? *Emang, tapi bodo ah*
#Day 1
Daaan ... pukul 08.25 Wib. Mandala Airways RI-900 pun mengudara menuju Bangkok. Horeeee .... jingkrak-jingkrak di atas pesawat. *digetok pramugari*
stasiun ARL Suvarnabhumi Airport |
Karena kita butuh eksis selama di Bangkok, maka tujuan pertama kita adalah ... nyari tukang pulsa! Sayang, si Yayan, OB kantor langganan saya beli pulsa, nggak jualan simcard di Thailand, jadinya saya harus ikut ngantri di sebuah stand operator selular di luar pintu kedatangan. Saya harus segera apdet status ‘Horeee ... akhirnya nyampe Bangkok’, jadi Gtab saya perlu segera dibangunkan. Sebenarnya, bisa aja sih saya pake fasilitas internasional roaming dari Telkomsel. Tapi, harus bayar ratusan ribu rupiah untuk apdet-apdet status doang? Oh tidaaaak ... ratusan ribu rupiah bisa jadi sekarung oleh-oleh tuh, sayang amat Cuma buat roaming doang? Jadilah saya membeli simcard ‘Happy Turist’ dari operator DTAC seharga 349 baht untuk unlimited internet selama 7 hari. Dan, meluncurlah apdet status yang pertama. Hihihi.
Beres urusan ngeksis, kita serodotan ke lantai bawah, menuju stasiun ARL (Airport Rail Link). Wiiih ... ini bakalan jadi kali pertama saya naik kereta di luar negeri, makanya langsung semangat. Bahkan, begitu kita naik dan duduk, saya langsung nyodorin Gtab saya; “Eh, fotoin dong.”
PRETT!
Dan foto saya di ARL (lengkap dengan koper-koper) menjadi foto pertama saya di Bangkok yang teraplod di facebook. Yes, it’s time buat pameeeer ... hahaha *ditabokin orang-orang yang enek* Maaf ya, harap maklum kenorakan kami, eh .. saya.
Foto pertama yang diaplod di Facebook. wkwkw |
Dari Phaya Thai kita naik Skytrain menuju stasiun Asok. Bayarnya 30 baht. Yaaay ... naik kereta kedua kalinya siang itu. Foto lagi? Nggak ah, soalnya keretanya penuh! Malu sama orang-orang. Hehehe. Tar aja kalo keretanya dapet yang kosong *niat emang*. Turun di Asok, kita meluncur ke stasiun MRT Sukhumvit. Geret koper lagiiii .... beli tiket lagi, lalu ngaclok ke dalam MRT dengan tujuan stasiun Lumpini. Wiiih ... naik kereta yang berbeda ketiga kalinya dalam tempo satu jam saja. Bayarnya kali ini 20 baht saja.
Eh, sebenernya, dari Suvarnabhumi ke Lumpini itu nggak perlu ke Phaya Thai dulu, tapi cukup berhenti di stasiun Makkasan, lalu pindah ke MRT Phetchaburi. Dari Phetchaburi langsung ke Lumpini. Jadi nggak perlu naik Skytrain segala. Tapi berhubung pengetahuan kita terbatas (dan emang pas-pasan, sih), akhirnya kita muter dulu ke Phaya Thai.
Lumpini! Ini destinasi terakhir dari perjalanan kita dari kereta ke kereta. Stasiunnya cukup bagus, jauh di dalam tanah. Ada eskalator yang panjang dan curam banget menanjak ke atas (dan turun deras (eh, kayak hujan aja?) untuk sebaliknya). Lumayan nggak perlu manggul koper lagi buat naik. Tapi, begitu kita sampai di luar, apakah yang terjadi?
Hotel kita ada di mana? Nah loh. Pemandangan asing langsung terasa, dan menyadarkan saya bahwa ini bukan di Tasik! Huhuhu. Kita berada di perempatan jalan yang entah namanya apa. Yang jelas, banyak mobil, bus, dan tuktuk berseliweran di jalan raya (ya iyalaah .... namanya aja jalan).
“Kita ke mana sekarang, Wok?”
Nah, loh, ketiban pulung nih. Dari awal saya memang yang memegang peta dan itinerary, termasuk yang booking hotel ini! Kalau di google maps sih kayaknya udah kebayang lokasi hotel ada di mana, tapi pas lihat aslinya ... hiyaaaa ... kenapa jadi begini? Yang ada di bayangan saya buyar semua! Tidak sesuai yang ada di google! *tabok google map*
“Kalo waktu lihat di google map sih, kayaknya di seberang sana!” saya nunjuk ragu-ragu ke arah rerimbunan pohon, semak, dan reruntuhan bangunan di seberang jalan. Huwaaa ... apa hotel yang saya pesan sudah dirubuhkan? Yang saya inget, Pinnacle Lumpinee Hotel yang saya booking ada di seberang stasiun Lumpini. Berarti ... semak-semak itu?
“Nggak mungkin!” kata Bhai Benny. Saya ngangguk setuju. Emang nggak mungkin sih, masa iya kita harus tidur di bawah pohon atau semak? Hiiiy .... gimana nih?
Tiba-tiba, seorang cewek cantik muncul dari eskalator. Kita pun segera menangkap dan membantingnya! Halah, mencegat dan menanyainya. Untungnya tuh cewek ternyata fasih bahasa Inggrisnya (fyuuuh), jadinya Mba Erna bisa nanya-nanya sama dia. Hihihi ... kirain saya yang nanya, ya? Dan ternyata tuh cewek sama bingungnya pas ditanya tentang lokasi hotel. Dia menggeleng tak jemu-jemu saat ditanya “dimanakah hotel Pinnacle Lumpinee itu?” Hiyaaa ... orang Bangkok aja nggak tahu, apalagi orang Tasik, kan?
Akhirnya Cewek Itu minta waktu dulu buat
Setelah mengucapkan hatur nuhun, kita pun menggeret koper ke sana. Dan tolong di catat, saat itu sudah pukul 3 sore, dan masih panaaaas banget. Kabarnya, suhu udara di Bangkok belakangan itu mencapai 40 derajat celcius. Cegluk. *air mana aiiiiir ...* Terus, pukul 3 sore tuh nggak ada adem-ademnya, matahari masih galak banget.
Ngejogrog pinggir jalan saat nyasar! :p |
Kenapa kita tidak menggunakan taksi saja? Karena eh karena, informasi yang diperoleh dari website hotel, dari stasiun MRT ke hotel itu tidak jauh, cuma 100 meter saja! Dengan catatan ... kalau nggak nyasar!
Hmmm ... sebenarnya, siang itu kita ada janji untuk kunjungan ke Minmie Bag Factory. Dan perwakilan dari Minmie akan datang menjemput di hotel pukul 1! Sementara itu, pada pukul 3 siang itu, kita masih ngegeret-geret koper entah di mana. Sebelumnya sih sudah di SMS juga kalau kita bakal datang telat karena pesawat delay, lalu perjalanan dari bandara ke hotel yang mungkin memakan waktu lama. Dan Ms. Intira dari Minmie ngejawab; “It’s ok. I’ll wait at the hotel.”
Jalan seolah tidak berujung. Hotel Pinnacle Lumpinee tidak kelihatan juga. Yang ada malah Lumpini Tower. Sama-sama Lumpini sih, tapi sudah jelas gedung yang beda. Kebingungan, kita pun ngos-ngosan sambil ngadem di bawah pohon pinggir jalan. Mudah-mudahan nggak ada orang Indonesia yang mengenali dan lalu merasa trenyuh karena saudara sebangsa dan setanah airnya begitu terlihat nelangsa di negeri orang.
“Telepon Miss Intira, dan tanya lokasi hotelnya di mana?” kata Bhai ke ... Mba Erna. Hehehe ... resiko yang bahasa Inggrisnya paling jago ya, Mba? Dan mba Erna pun segera
Lah, Kita kan ada depan Lumpini Tower! Dan ternyata saudara-saudara sekalian, dari tempat kita ngegelosor tadi, kurang lebih tinggal 50 meteran lagi. Coba tadi kita tidak pasrah dulu ya, pasti langsung ketemu hotelnya. Yasudlah, yang penting hotelnya sudah ketemu. Horeeee ... ternyata, saat keluar dari stasiun MRT tadi, kita salah ambil pintu EXIT. Harusnya kita ambil EXIT 1, eh malah nyelonong ke EXIT 2. Jelas aja keluarnya beda jalan. Dan yang pasti, selisih jaraknya jauuuuh . Dari pintu EXIT yang bener, jarak ke hotel memang sekitar 100 meteran. Kalo jalan sambil engklek aja paling hanya 5 menitan sampe. Doooh.
Meeting di Lobi Hotel |
Oya, mungkin karena enek lihat wajah-wajah kita yang lusuh, Miss Intira nyuruh kita mandi dulu aja, dan dia nggak keberatan buat nunggu (lagi) di lobi. Ciyaaaat ... semua pun bubar jalan untuk segera berubah penampilan. Demi citra bangsa dan negara juga. *halah* Setengah jam kemudian (atau lebih. Maklum harus gantian), kita pun sudah ngobrol asyik di lobi, lupa kalau setengah jam yang lalu kita masih terlantar di pinggiran jalan di tengah kota Bangkok.
Karena sudah kesorean, kunjungan ke Pabrik Minmie pun batal. Kita hanya ngobrol-ngobrol dan ditraktir minum di resto hotel. Huwaaa .... *nangis Bombay* Yaweslah, mau gimana lagi, salah siapa tadi nyasar dulu?
Beres pertemuan dengan Minmie, kita pun mulai melirik itinerary yang sudah disiapkan, yaitu mengunjungi Madame Tussauds di Mal Siam Paragon. Mari kita laksanakan! Karena Ibu-ibu numpang mobilnya Miss Intira, saya dan Bhai serta Kang Odoy kembali menjajal MRT. Lumayan sudah pengalaman, jadi nggak perlu ribet lagi. Dari Stasiun Lumpini kita menuju Stasiun Sukhumvit (bayar 20 baht), lalu pindah ke Stasiun BTS Asok untuk menuju Stasiun Siam. Bayarnya 25 baht. Enaknya, keluar dari stasiun Siam ada pintu Exit yang menghubungkan langsung dengan Siam Paragon. Jadi nggak perlu nyasar dulu. Hehehe.
Sambil nunggu Ibu-Ibu datang, kita sempet mejeng dulu di depan mal. Kabarnya, Siam Paragon ini adalah mal paling kece di Bangkok, jadi sebagai bukti kalau kita sudah pernah ke sana, foto-foto adalah wajib hukumnya. Hihihi. Lama nungguin Ibu-Ibu, akhirnya saya SMS mereka. Ealaaah ... mereka ternyata sudah datang duluan dan lagi nunggu makanan datang di Secret Recipe. Halah, padahal perut saya juga sudah kerucukan gara-gara belum nemu makanan serius sejak kemarin sore. Kasihan, ya? Makanya, saya tidak bisa terima mereka makan duluan. Saya juga lapaaaar.
Saya pesan Noodle Tom Yam dan air mineral seharga 289 baht. Alhamdulillah ... akhirnya bisa ngerasain juga tom yam asli di negeri asalnya. Dan rasanya? Memang bener-bener beda dibanding yang pernah saya cobain di tanah air. Yang ini rasanya lebih maknyus, seger dan pedeees. Trus, porsinya jumbo pula. Udangnya pun segede-gede
Noodle Tom Yam. Lihat udangnya! |
Bangkok memang beruntung, karena Madame Tussauds ini hanya berada di beberapa kota saja di seluruh dunia. Di Asia hanya terdapat di Bangkok, Hong Kong, dan Shanghai. Yang lainnya ada di Amsterdam, Berlin, Hollywood, Las Vegas, London, New York, dan Washington DC. Karena itulah saya merasa harus mengunjungi tempat ini, karena belum tentu saya berkesempatan mengunjungi kota-kota lainnya tempat museum ini berada.
Diwawancara Oprah untuk Novelku yang baru :p |
Kata Jim Carrey; "Novel ini gokil abiiiis!" |
Tom Cruise, pemeran Roslan untuk 'Traveling Gokil' the movie :p |
“Turun dulu, yuk?”
Siapa sih yang mau rugi jauh-jauh ke Bangkok buat pindah tidur doang? Ajakan ini langsung disambut dengan gegap gempita, meski sebenarnya betis sudah mulai nyut-nyutan dengan merana. Asli pegel banget. Tapi, semakin banyak tempat yang bisa dijelajah semakin baik, bukan? *Bukaaaan ....*
So, turunlah kita ke jalanan Silom yang rame banget. Sepanjang jalan banyak banget yang jualan makanan. Tapi, meski perut saya mulai kelaparan (lagi), rasanya ngeri juga jajan-jajan di sana. Lihat ayam-ayam bakar yang digantungin aja kok nggak ada bekas sembelihannya, ya? Adanya bekas lubang menganga di bawah kepala. Ayamnya dimatiin dengan cara dicolok? Waks! Belum lagi daging-daging yang selalu ada di setiap jenis makanan yang dijual. Tapi perut saya lapaaar ... semangkuk gede Tom Yam tadi sepertinya tidak cukup menggantikan energi yang terbuang sesiangan ini. Akhirnya mata saya melirik sebuah panci di pinggir jalan. Di sana terhidang jejeran ... Jagung rebus! Ayayay ... I love jagung. Apalagi jagung Bangkok ini bikin ngiler. Bener-bener Bangkok, cuy. Gede banget! Ada kali segede lengan saya. Akhirnya saya, Ichen, dan Fita kompakan beli. Harganya 40 baht. Rasanya? Ajegile, enak bangeeet. Sumprit! Rasanya manis banget, manis yang manis asli dan bukan manis gara-gara pemanis gula. Kalo nggak percaya, sok aja beli ke sono. *saya nitip ya*
Ada tukang martabak telor di Bangkok! |
Silom oh Silom. Kita tidak pernah menyangka kalau daerah ini ternyata salah satu red distriknya Bangkok. Hanya gara-gara suasananya rame, kita tertarik buat turun dan jalan-jalan. Ternyataaa ... oow, selain yang jualan makanan, sepanjang jalan rame pula penjual DVD dan barang-barang mainan anak gede. Iya, yang itu! Hihihi ... mana saya bawa rombongan Ibu-Ibu pula, dan berjilbab pula! Tobaaaat .... Makanya pas besoknya kita ketemu Miss Intira dan tahu kalau semalamnya kita main ke daerah Silom, dia terbelalak kaget. “You bring all the girls too?” Pas saya jawab “Iya!”, dia Cuma melotot sambil ngebekep mulutnya. Hahaha.
Setelah cukup melihat banyak kekagetan, kita pun mindik-mindik mencari jalan menuju stasiun MRT Silom, soalnya nego sama supir tuktuk tidak tercapai kata sepakat. Masa dia minta 200 baht? Gila aja, mending naik taksi aja sekalian.
Kaki sudah pegel (asli dan bukan rekayasa) dan sudah pukul sebelas malam. Saatnya kita kembali ke kandang. Dari Silom ke Lumpini deket banget, Cuma satu stasiun saja! Belum sempet duduk enak, eh udah nyampe lagi. Bayarnya pun cuma 15 baht saja. Nyampe hotel nggak sempet mandi lagi, udah keburu lemes dan tepar duluan.
Zzzzzzz ... zzzz .....
Bersambung ke #Day2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar