Laporan #Day2 baca di sini
Laporan #Day3 ~ Ancient City baca di sini
Beres jungkir balik dan koprol dengan berbagai gaya berlatar belakang landmark di Ancient City, akhirnya kita harus menghabisi kebersamaan itu *Halah*. Sudah tengah hari bolong, dan keringet sudah banjir sodara-sodara. Sepedaan keliling-keliling di bawah terik matahari Bangkok dengan suhu 40 derajat cooooy ... berasa lagi sauna di alam terbuka. Sedaaaap .... gosong-gosong dah.
Untungnya (gosong begitu masih aja untung), banyak tempat jual minuman di area Ancient City. Warung resmi ya, bukan pedagang asongan. Jadi, entah sudah berapa botol air mineral yang kita telen ... *airnya, bukan botolnya!* Gileee ... baru kali itu saya merasa minum yang bener-bener enak. Mungkin sangking hausnya, terus dikasih air dingin. Nyeeesss ... banget. *enyak-enyak-enyak* Harga minumnya 10 baht (Rp. 3.400,-) untuk satu botol isi 500 ml. Botolnya pun unik, karena bermerk dan bergambar Ancient Siam. Jadi, selain jualan tiket masuk, pengelola pun jualan air! Hebaaat ... sebagai kenang-kenangan, botol itu akhirnya saya bawa pulang. *niat amat? Biarin!*
Pasukan Horey-Horey di Ancient City |
Lalu, ke manakah kita siang ini? Yang jelas perut sudah ajojing sedari tadi, tapi tidak terlihat tanda-tanda tempat makan yang aman di sekitar lokasi. Jadi, kita putuskan untuk puasa makan dulu sejenak dan tenggak air banyak-banyak *glek-glek-glek*. Entar aja nyari makannya di Chatuchak. Sekarang saatnya mencari supir taksi dan
Ternyata liburan ke Bangkok nggak perlu jago-jago amat bahasa Inggris. Buktinya, pas ngobrol sama supir taksi yang ada di parkiran (khusus taksi), tetep aja bahasa Tarzan yang dipake. Minta dianter ke stasiun Bearing aja harus jungkir balik dulu karena jawabannya ‘hah, heh, hoh’ doang. Kita sampe ngeluarin peta wisata Bangkok dan ngebentangin di depan para sopir yang berkerumun. Itu petanya juga dodol, masa Ancient City nggak ditongolin di situ?
“Where are we, now?” tanya Mba Erna sambil nepuk-nepuk peta. Puk! Puk! Puk! Maksudnya, biar tahu di peta tuh kita ada di sebelah mana, dan bisa nyari lokasi wilayah terdekat yang ada stasiun keretanya.
“^&*_(&^$%%$%*@#>“HAH?”
“@%$%^&&$)_)&>?>^&%#.”
Lo – gue – end! Bodo, ah!
Akhirnya kita kembali ke kata kunci awal. “BEARING. Take us to Be-ar-ing sta-ti-on! BE-AR-ING!”
Sopir-sopir taksi langsung pada bisik-bisik lagi, mungkin lagi pada muji kalau kita ini ganteng-ganteng dan cantik semua. *ciyaaaaaat*. Sampe akhirnya mereka ngangguk-ngangguk seolah sedang menyepakati sesuatu. Hmmm ... tercium gelagat yang tidak baik nih. Saya pun segera meraba ujung pedang yang terselip di pinggang, bersiap untuk serangan tanpa bayangan yang mungkin akan dilancarkan. *kenapa jadi cerita silat gini?*
“Oke .. oke ... Bang Na.” Kata salah seorang sopir dengan intonasi tidak jelas. Saya aja baru tahu kalau dia ngomong Bang Na pas nanti tiba di tujuan.
“Bearing, oke?”
“Oke ... train ... Bang Na. Oke ... Bearing.”
Meski masih agak ragu, kita akhirnya naik taksi. Lihat aja kalau dia mau macem-macem, belum tahu siapa kita, ya? *Maju Kang Odoy!*
Sepanjang jalan saya bener-bener bersiaga penuh. Saya takut diculik, disekap, lalu dikirim ke Korea untuk dijadikan Boyband *tabok*. Mata saya melirik ke kiri, ke kanan, ke kiri lagi, bolak-balik kayak penari Bali. Turun dari taksi pasti saya bisa nari tari Pendet!
Seperti halnya berangkat ke Ancient City tadi pagi, pulangnya pun agak lama. Yaiyalah, kan jalannya itu-itu juga! Dan saya langsung tersenyum riang gembira saat melihat bangunan-bangunan beton di tengah jalan. Itu salah satu pertanda adanya jalan kereta di atas sana. Saya yakin, soalnya tidak mungkin pemerintah Thailand mendirikan apartemen di tengah jalan! Gelo! Taksi pun berhenti, dan saya melihat papan petunjuk di pinggir jalan “BTS Bang Na” plus tanda panah ke atas! Alhamdulillah .... saya nggak bakalan jadi anggota Boyband *sujud syukur*
Ternyata, alih-alih ke Bearing, sopir taksi itu mengantar kita ke stasiun Bang Na, perhentian BTS kedua setelah Bearing. Fyuuuuh .... makanya ngomong yang jelas dong, ah! Etapi, ongkos taksi dari Bearing ke Ancient City, dan Ancient City ke Bang Na itu sama aja; 160an Baht. *yaaah ... penumpang kecewa*
So, ke manakah kita sekarang, Dora? Chatuchak! Hyuuuuk .... lanjuuut.
Sisi lain Chatuchak yang ramai |
Karena berdasarkan petunjuk hasil browsing, kalau mau ke Chatuchak itu jangan turun di Mo Chit (yang menjadi stasiun interchange dengan MRT Chatuchak), tapi lebih dekat kalau turun di stasiun MRT Kamphaeng Phaet, akhirnya di BTS Mo Chit kita pindah ke MRT Chatuchak Park. Dari sana naik MRT satu stasiun saja ke Kamphaeng Phet. Bayarnya 15 baht.
Keluar dari stasiun Kamphaeng Phet, kita sudah langsung masuk ke lokasi. Ini dia Chatuchak Weekend Market! Yihaaaa .... it’s shopping time! *siapin kresek*
Salah satu bagian dalam Chatuchak |
Chatuchak Weekend Market adalah pasar terbesar di seluruh Asia, dan jadi salah satu yang terbesar juga di dunia. Pasar seluas kurang lebih 9 hektar ini dikunjungi tidak kurang dari 200.000
Tapi tunggu, sebelum mikirin belanja, pikirin dulu perut oooy ... laper niiih. Karena pasar ini memang gede (baca; guede bangeeeet), kita bingung nyari tempat makan halal sebelah mana. Akhirnya, kita nanya pak Satpam yang lagi bertugas.
“Pak, yang jualan karedok sebelah mana ya?” *dipentung*
“Where could we find halal food stall?”
Pak Satpam
Oooh .. jadi gitu caranya niiih? Yaweeees ... kita pun mindik-mindik lagi sambil celingukan kiri kanan. Pasar udah rame euy, penuh banget sama yang jualan. Eh, sama pengunjung ding. Untunglah, baru berjalan bentar, ada sebuah kios makanan yang membuat kita tersentak.
Ramazan Doner Kebab |
“Ada kebab!” jerit Bhai sambil berlinang air mata haru. *oke, ini memang fitnah*
“Bagaimana kalau kita numpang ngadem di sana?” kata Ichen.
“Iya, ada kipas anginnya lho. Bagus ya, bisa muter,” cetus Nunik.
“Iya, sambil duduk kita sambil pesen makanan,” timpal Fita sambil ngences lihat gulungan daging yang muter-muter.
“Eh, yang punyanya bule cakep, lho,” pekik Kang Odoy dengan mata berbinar.
Sementara Mba Erna buang muka sambil menahan malu.
*percakapan dan adegan ini disarikan dari sumber yang tidak dapat dipercaya*
Ramazan Doner Kebab, akhirnya di sanalah kita terdampar siang itu. Niatnya sih pengen makan nasi. Namanya aja orang Indonesia, nggak ketemu nasi sehari aja berasa kangeeen banget. Tapi berhubung dorongan arus tengah yang sudah tidak tertahankan lagi, akhirnya segulung Beef Kebab pun lumayan untuk mengganjal
Lihat menu dulu makanya sebelum pesan! |
Ternyata bener, Chatuchak adalah surganya belanja. Ngg ... saya emang jarang belanja ke pasar, dan nggak begitu ngerti dengan seluk beluk pasar di tanah air. Tapi lihat begitu banyaknya barang yang bisa dijadiin oleh-oleh di sini, eh jadi ikutan napsu juga. Awalnya sih, suwer, nggak niat beli ini-itu, kecuali yang lucu-lucu aja buat anak-anak. Tapi, lihat Pasukan Horey-Horey yang kalap belanja, eh akhirnya kebawa juga. Lihat Ibu-Ibu beli dompet-dompet lucu, akhirnya ikutan beli. Lihat gantungan kunci murah, ikutan juga. Pas mereka beli pasmina sutera khas Thailand, eh inget mertua, dan akhirnya beli juga. Lihat sepatu handmade lucuuw, inget Abith yang sepatu mainnya sudah sempit, akhirnya nekad beli juga (meski pas nyampe rumah kegedean satu nomor. Gpp Nak, lumayan bisa kepake sampe dua tahun ke depan!). Selanjutnya, saya tak kalah sibuknya dengan Pasukan Horey-Horey; beli ini dan beli itu. Bahkan saat pasukan memborong kaos-kaos murah untuk sanak sodaranya, akhirnya saya ikut terjun ke dalam kancah peperangan; obrak-abrik toko kaos. Buat siapa kaos itu, urusan di rumah. Yang penting beli dulu! Hahaaay.
Mr. and Miss Kresek |
Benda kedua yang ingin saya beli adalah; Gajah! Thailand identik dengan gajah, makanya itu saya ingin membeli gajah. Keinginan itu pun sudah disampaikan pada anak-anak sebelum berangkat, bahwa ayahnya bakalan pulang membawa seekor gajah! Nah loh!
Obrolan sebelum berangkat :
Abith nganga : “Hah, gajah?”
Rayya : “Horeeeee .....”
Abith : “Nanti nyimpen gajahnya di mana, Yah?”
Rayya : “Di garasi aja.”
Abith : “Gajah kan gede, garasinya nggak bakalan muat.”
Rayya : “Beli gajah anaknya aja, yang masih kecil.”
Abith terbawa suasana : “Oh iya, beli gajahnya yang kecil aja, Yah.”
Saya mesem-mesem.
Akhirnya keinginan saya tercapai. Saya beli gajah putih yang imut dan lucu. Tapi gajahnya nggak bakalan ditaro di garasi, tapi cukup di atas meja pajangan saja. Dan anak saya keduanya melonjak girang pas gajah itu saya bawa pulang; “Horeee ... gajahnya nggak perlu dikasih makan!” Hihihi.
Yang haus ... yang hauuus .... |
Pasukan Horey-Horey sudah ribet dengan bawaan masing-masing. Satu per satu berubah menjadi kontestan Miss Kresek. Selama sisa baht masih ada di dompet, tetep aja masih pengen ngelirik jualan lain dan lalu terlibat dalam pertarungan tawar-menawar. Nggak heran kalau gembolan semakin membengkak dan beranak pinak. Gempor sudah tidak terasa lagi gara-gara terlalu asyik. Yang ada justru mulut yang semakin asem dan gigi semakin kering. Hal ini kayaknya sudah sangat diantisipasi oleh mereka yang mencari peluang. Tukang jualan minuman pun merebak di mana-mana. Bukan hanya penjual air mineral dan soft drink, tapi juga penjual kelapa muda dan es teh, es jeruk, es lilin, dan es-es lainnya.
Selain haus, ternyata muter-muter keliling pun bisa bikin lapar, sodara-sodara *Kriuk*. Yaiyelah, udah mau sore kok. Lagian tadi cuma makan kebab doang, yang sudah jelas tidak bisa bertahan lama daya ganjelnya. Tapi, makan apa kita sekarang? Lihat makanan-makanan yang dijual sih sangat-sangat menggiurkan, tapiii ... yagitudeh.
Non Halal Food ada boneka & gambar piggynya *bukan yang baju putih* |
Halal Food ada gambar Mmooo dan label Halalnya |
Dan ... sebelum keluar pasar, godaan itupun datang lagi. Sate-sate dan bola-bola daging bakar dipajang bikin ngences. Aroma bakaran muter-muter dan joget-joget sekeliling saya. Aduhaaai ... sedapnyeee (baca ala Upin-Ipin). Saya pun serta merta menelan ludah *cegluk*. Lalu saya pun menatap si Ibu penjual sosis dengan tatapan iba. Guk! Guk! Si Ibu pun melemparkan sisa-sisa sosis gosong ke arah saya.
Okay, itu halusinasi terburuk saya. Karena sedetik kemudian saya menganga lebar. Mata saya terbelalak seolah melihat si Ibu itu berubah menjadi Luna Maya sedang dadah-dadah ke arah saya dengan senyumnya yang menggoda. Oh tidaaaaak .... Ibu itu menggunakan jilbab!
Halal! Halal! |
Ibu penjual sosis tersipu-sipu. *Idih, kok gitu?*
Dan saya pun nanya lagi, takut si Ibu tadi salah denger dan ngira saya lagi muji kecantikannya. “Sosis ... HALAL?” sambil nunjuk-nunjuk sosisnya, dan bukan nunjuk muka si Ibu. Eh, si Ibu tetep tersipu-sipu *entahlah kenapa*, tapi sekarang sambil ngangguk-ngangguk. Saya bersorak penuh semangat; “SAYA BELI DUA!”
Setelah saya ngidam sosis panggang tiga hari itu, akhirnya saya bisa mendapatkannya di Chatuchak. Sekalian akhirnya saya beli baso panggang juga dua tusuk! Yummy. Harganya? Lupa! Hehehe
Belanja sudah beres, tinggal menentukan siapakah Miss Kresek tahun ini. menurut kamu siapa, coba? *clue; lihat buntelannya*
And Miss Kresek goes tooo .... *liat buntelan* |
Bersambung (lagi?)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar