Rabu, 28 Agustus 2013

#10DaysforAsean - Diversity of Harmony

jual bantal foto

#Day3

Sebuah slogan bagaimanapun dapat memberikan arti tersendiri. Kita bisa melihat tayangan iklan di media cetak dan elektronik yang selalu hadir dengan slogan atau tagline masing-masing. Tagline itu singkat, tapi terlihat unik dan menarik perhatian. Terkadang tagline atau slogan itu terlihat begitu bombastis, tetapi seringkali justru semakin mengundang kepenasaran calon konsumen untuk mencoba produk yang ditawarkan. Untuk itulah tujuan tagline diciptakan, bagaimana sebuah tulisan singkat dapat mempresentasikan sebuah produk sehingga dapat dikenali dengan mudah dan memancing minat konsumen. Sebuah trik marketing yang menjadi ujung tombak penjualan.  

Coca-Cola adalah produk yang memiliki slogan-slogan keren menurut saya. Media promo iklannya selalu berubah di setiap momen tertentu, dan selalu hadir dengan tagline yang pas dan menarik. Singkat, tapi tepat pada sasaran.  

Tak ubahnya dalam memperkenalkan sebuah produk, dunia pariwisata pun mengikuti cara yang sama. Harus diakui kalau Malaysia berhasil menciptakan sebuah tagline yang pada akhirnya melekat dalam benak mereka yang sudah menyaksikan tayangan promo pariwisata mereka. Tagline TRULY ASIA beserta lagu pengiringnya menjadi sesuatu yang sangat mudah diingat dan dikenali saat iklannya muncul di televisi.  

Bagaimana dengan Indonesia? Tagline BEAUTIFUL INDONESIA yang disematkan pada promo dunia pariwisata Indonesia sebenarnya cukup cantik dan menarik. Tetapi entah kenapa gaungnya tidak terdengar membahana. Kurang gencar promosinya? Bisa jadi.   Tapi, kalau saya diminta untuk membuat tagline baru untuk kepariwisataan Indonesia, maka saya akan menyodorkan ; DIVERSITY OF HARMONY.  

Kenapa? Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman; suku bangsa, bahasa, dan adat budaya. Semuanya dipersatukan dalam rangkulan Bhineka Tunggal Ika. Dengan begitu banyak perbedaan, keharmonisan dan tenggang rasa akan perbedaan itu masih tetap terjaga sehingga bangsa Indonesia tetap berada dalam kerukunan dan persatuan.  

Diversity of Harmony adalah simbol keberadaan Indonesia, dan menunjukkan bahwa perbedaan itu justru semakin membuat kita kaya. Sekarang, kekayaan itulah yang ingin kita tunjukkan dan bagikan pada dunia, agar mereka tahu diversity of harmony itu ada di Indonesia.

Selasa, 27 Agustus 2013

#10DaysforAsean - Karena Kita adalah Saudara

jual bantal foto

#Day2

Fakta bahwa penduduk Asean adalah bangsa serumpun sebenarnya sudah mencuat sejak lama. Disadari atau tidak, kesamaan itu banyak terdapat dalam berbagai hal di sekeliling kita; perawakan fisik dan karakter penduduk, bahasa dan juga kultur budaya setiap negara Asean memiliki kemiripan satu sama lain. Wajar saja kalau kita merasa sebagai satu rumpun bangsa yang sama, bahkan memiliki nenek moyang yang sama.  

Sebuah kesamaan tentu tidak berdasarkan kebetulan belaka. Siapa yang akan menyangkal kalau bangsa Indonesia dan Malaysia memiliki aliran darah yang sama? Bahkan selintas pun kesamaan ini sangat jelas terlihat pada suku-suku melayu di daerah Sumatera dan semenangjung malaysia. Dari bahasa, pakaian, makanan, hingga unsur unsur budaya keduanya kental dengan nuansa yang sama. Bahkan agama dan kepercayaan penduduknya pun didominasi oleh agama yang sama. Ada yang tidak setuju?  

Dulu, saya mengira keramah-tamahan itu hanya milik bangsa Indonesia. Tetapi, saat saya berkesempatan melancong ke Bangkok, ternyata anggapan tersebut harus saya coret  lagi. Keramahan tidak dikuasai bangsa kita, tetapi ditebarkan oleh negara-negara tetangga juga. Kita sudah dibesarkan dan diwarisi oleh tatanan dan pola asuh yang sama, yang menjunjung tinggi sopan-santun dalam berinteraksi dengan orang lain; interaksi saling menghargai, menghormati, dan tak pernah melepaskan senyum di setiap kesempatan.  

Pada saat berada di Bangkok, saya berkunjung ke Kampung Jawa, sebuah daerah yang dihuni oleh ribuan masyarakat bangkok yang merupakan keturunan orang Jawa. Tahukah bagaimana Kampung Jawa ini bermula? Dari kisah yang pernah saya baca, saat zaman penjajahan Jepang, banyak orang Jawa dibawa ke Bangkok untuk bekerja rodi di sana. Mereka bermukim di tempat itu, berkeluarga dengan penduduk setempat, memiliki anak-cucu dan kemudian menjadi sebuah komunitas tersendiri di tengah-tengah penduduk asli Thailand. Anak-cucu mereka mungkin ada yang belum pernah menginjakkan kaki di Indonesia, tapi mereka memiliki darah keturunan Indonesia yang sangat kental.  

Pernahkah terpikir bahwa kemungkinan yang terjadi pada masyarakat Kampung Jawa di Bangkok ini kemungkinan besar terjadi pula pada ratusan tahun lalu di antara penduduk negara Asean? Sejarah mungkin tidak mencatat secara jelas mengenai kemungkinan ini, tetapi bagaimana kalau kita melihat pada bukti peninggalan-peninggalan yang ada?  

Siapa yang tidak mengenal Candi Borobudur dan Angkor Wat? Yang satu merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO kebanggaan Indonesia, dan yang satu lagi Situs Warisan Dunia UNESCO kebanggaan negara Kamboja. Keduanya memiliki nilai budaya dan keindahan yang sangat tinggi sehingga mampu menarik jutaan wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Fakta yang beredar belakangan ini, Borobudur dan Angkor Wat memiliki kesamaan! Meskipun kedua peninggalan bersejarah ini dibangun dalam rentang abad yang berbeda, tetapi banyak model relief yang sama di antara keduanya. Tidakkah terpikir bahwa keduanya dibangun oleh sebuah kelompok masyarakat dan kebudayaan yang SAMA?

Sebuah seminar mengenai penelitian Candi Borobudur dan Angkor Wat pernah dilaksanakan antara Indonesia dan Kamboja di kota Siem Reap pada 5-6 Desember 2009. Salah satunya dibahas mengenai kemungkinan adanya hubungan yang telah terjalin antara kerajaan di Kamboja dengan kerajaan di Indonesia (Jawa) pada masa lampau. Unsur perdagangan dianggap sebagai jembatan penghubung interaksi ini, sehingga masyarakat Kamboja dan Indonesia sudah menjalin komunikasi dan ekonomi sejak zaman dulu.  

Melihat unsur sejarah ini, tidak bisa dipungkiri lagi kalau perpindahan penduduk antara kedua negara sangat mungkin terjadi. Tentu saja perpindahan tersebut akan membawa unsur-unsur budaya, adat-istiadat, kepercayaan, yang melekat pada masyarakat yang berpindah dan menyebar di lokasi yang baru. Pada akhirnya kedua belah pihak berada pada sebuah sosiokultural yang sama, sehingga unsur-unsur kehidupan berada pada lingkaran yang sama pula. Kalau kemudian Candi Borobudur dan Angkor Wat memiliki beberapa kesamaan, hal itu memang bisa saja terjadi karena unsur budaya itu sudah berada di garis yang sama.  

Perniagaan yang dilakukan bangsa Indonesia dulu tentu tidak sebatas negara Kamboja saja. Kerjasama mungkin terjalin pula dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, dan lain-lain,  sehingga pertukaran budaya pun akan terjadi lagi. Bukan tidak mungkin di lain waktu akan ditemukan pula beberapa bukti kesamaan sejarah di antara dua negara lainnya.  

Saya selalu meyakini bahwa penduduk di negara Asean adalah bangsa serumpun. Lambat laun sejarah bisa membuktikan itu bahwa kita berada dalam jalinan persaudaraan yang sangat dekat. Karena itu miris sekali kalau melihat adanya persinggungan, ketegangan, dan perseteruan di antara negara-negara Asean untuk sesuatu yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan jalan damai. Telinga ini panas seketika taktala perang di sosial media antar warga dua negara yang terjadi karena sebuah topik yang sebenarnya bisa disingkapi dengan lebih bijak dan kepala dingin. Tidak ada yang paling benar apabila perpecahan sudah terjadi.  

Asean Blogger Chapter Indonesia sudah membuka jalan untuk ASEAN lives peace in harmony. Melalui Asean Blogger Conference (ABC) 2011 dan Asean Blogger Festival Indonesia (ABFI) 2013, sudah saatnya blogger Asean bersatu. Kita bisa menjadi contoh nyata bahwa negara hanyalah sebuah identitas, bukan pemisah untuk sebuah persatuan dan persahabatan. Melalui Asean Blogger, blogger diharapkan dapat membawa perubahan dan menebarkan semangat persatuan kepada masyarakat luas. Dan hey, kita memang bersaudara, kan? Terlepas dari silsilah keluarga yang panjang dan berliku, akar kita tetap sama dan berujung pada darah yang sama.  

Mari kita junjung rasa persaudaraan yang lebih erat dalam menyongsong Komunitas Asean 2015. Kesadaran bahwa kita adalah bangsa serumpun tentu akan menunjang keberhasilan target yang dicanangkan para pemimpin negara Asean. Kita bisa bahu membahu menjalani setiap tantangan yang ada, bersaing secara sehat, dan membuang jauh niat untuk saling menjatuhkan. Mari kita ciptakan kawasan Asean yang damai untuk tergapainya kemajuan bersama dalam Komunitas Asean 2015.

Senin, 26 Agustus 2013

#10DaysforASEAN - Nyalon, Yuk?

jual bantal foto
#Day1

Thailand tampaknya sudah mulai mengukuhkan diri menjadi salah satu barometer pusat kecantikan di kawasan Asia. Salon-salon kecantikan dengan ahli-ahli berbekal medis (maupun tidak) seolah menjamur di setiap sudut kota di negara itu. Tak heran kalau pemerintah Thailand seolah menjadikan bidang ini menjadi salah satu daya tarik tambahan untuk menarik semakin banyak pelancong dari luar negeri. Sekarang ini, tidak lagi wisata alam atau kuliner yang dijadikan objek wisata unggulan Thailand, melainkan juga wisata medis (kecantikan)! Hebat kalau saya bilang, karena mereka tahu bagaimana memanfaatkan segala sumber daya yang ada untuk dijadikan peluang devisa.

image dari lovelytoday.com
Kehebatan ahli kecantikan Thailand merebak ke tanah air. Dari beberapa tayangan infotainment di televisi, beberapa selebritis tanah air tidak sungkan untuk mengatakan bahwa mereka sudah melakukan perawatan kecantikan maupun bedah plastik di negara gajah putih tersebut. Saya yakin, kehebatan ahli kecantikan Thailand ini tidak hanya menarik kaum selebritas saja, melainkan juga para sosialita tanah air lainnya.

Mengapa Thailand? Saya bukan ahli kecantikan. Tapi harus saya akui Thailand tidak salah kalau disebut memiliki ahli-ahli kecantikan terbaik. Jangankan bisa membuat perempuan-perempuan menjadi cantik, mereka pun bisa menyulap lelaki berkumis dan berjakun pun menjadi bening dan tampak menawan. WAW! Saya berkesempatan berkunjung ke Bangkok beberapa bulan lalu dan harus mengakui bahwa itu memang benar. Lelaki-lelaki cantik lalu-lalang di mana-mana. Bukan hanya di pertunjukkan-pertunjukkan kabaret (seperti Calypso Ladyboy Cabaret) yang menjadi salah satu atraksi populer di sana, tetapi juga berbaur di masyarakat.

Ya, Thailand memang salah satu negara yang sudah menerima keberadaan ladyboy. Status transgender seseorang tidak lagi dipandang sebelah mata dan menjadi aneh di kalangan masyarakat di sana. Karena itu jumlah ladyboy di Thailand terbilang cukup banyak karena keberadaanya sudah diakui dengan status sosial yang tidak berbeda dengan warga negara lainnya. 

Nah, kalau lelaki saja bisa dibuat cantik bukan kepalang, apalagi perempuan yang sudah kodratnya memiliki garis-garis kecantikan dari lahirnya? Dari sini saja bisa kita lihat bahwa salon-salon dan ahli kecantikan di Thailand memang sudah memiliki jam terbang cukup tinggi untuk memoles dan menyulap penampilan fisik seseorang. Tidak tanggung-tanggung, keahlian mereka bahkan sudah dilengkapi sertifikat internasional! Ini menjadikan keahlian mereka bukan sekadar tenaga ahli abal-abal belaka.

Menjelang Komunitas Asean 2015 di mana pasar bebas akan masuk ke setiap negara Asean, tidak bisa dipungkiri kalau kehadiran salon dan ahli-ahli kecantikan Thailand bisa saja tiba-tiba hadir di sekeliling kita; di depan rumah, di ujung jalan, atau di pusat-pusat keramaian. Indonesia adalah salah satu pasar yang sangat potensial. Dengan jumlah penduduk (perempuan) yang sedemikian besar, siapa yang tidak tergiur untuk membuka peluang usaha itu di sini? Apalagi dengan reputasi ahli kecantikan Thailand yang sudah mendunia. Pun, masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif dan menganggap sesuatu yang berbau luar negeri itu pasti lebih hebat, menjadi sasaran empuk bagi investor luar negeri.

Tentu saja ini akan menjadi ancaman besar bagi salon dan ahli kecantikan dalam negeri. Bisakah mereka bersaing? Ini bukan masalah ringan karena kalau tidak disingkapi dengan baik, pengusaha salon-salon lokal bisa tergusur dan kalah bersaing. Tentu bukan itu yang kita inginkan. Kita tidak bisa menyalahkan konsumen apabila mereka berbondong-bondong beralih ke salon-salon Thailand yang nanti berdiri. Konsumen adalah raja. Mereka memiliki dana yang berhak dibelanjakan sesuka hati.

Berbenah, itu yang harus dilakukan sedini mungkin. Klise memang, tapi itu adalah langkah paling tepat yang harus dipersiapkan. 2015 tidak lama lagi, tapi bukan berarti kita harus duduk diam dalam ketakutan lalu pasrah. Semangat Komunitas Asean 2015 tidak seperti itu. Komunitas Asean 2015 justru mengobarkan semangat kompetisi tinggi. Bukan waktunya lagi seorang pengusaha (apa pun) untuk mempertahankan idealisme pribadi saat zaman tengah mengalami perubahan, dan berkutat dengan cara yang tak lagi sesuai. Yang sebaiknya dilakukan adalah bagaimana idealisme itu bisa bergerak dan menyesuaikan dengan arus yang ada.

image dari www.puspitaherbal.com
Kalau melihat modal-modal yang sudah ada, sebenarnya kita tidak perlu takut. Produk kosmetika dan kecantikan lokal cukup teruji dan berkualitas. Siapa tidak mengenal produk Mustika Ratu dan Sari Ayu? Dengan berbahan dasar ramuan tradisional, terbukti produk ini bisa menembus pasar dunia. Begitu pula dengan kekayaan herbal tradisional lainnya yang sudah terbukti dapat merawat kecantikan perempuan Indonesia. Ini tentu menjadi modal besar meningkatkan kepercayaan diri pengusaha salon kecantikan tanah air yang selama ini telah menggunakan kosmetika lokal. Produk kita bisa diadu, kok. Tapi tentunya itu tidak bisa dijadikan pegangan begitu saja, karena banyak faktor lain yang harus diperhatikan.

Setiap negara pasti memiliki keunggulan masing-masing. Yang perlu diperhatikan adalah, apa sih kelemahan kita? Kalau Thailand dikenal dengan ahli kecantikan yang sudah bersertifikat internasional, berarti itu yang harus kita kejar. Sertifikat memang hanya sebuah kertas, tapi itu adalah sebuah kepercayaan tinggi bagi konsumen. Sertifikat berarti ilmu pendidikan yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara nyata ketimbang ilmu pengalaman. Apakah pengusaha salon kecantikan kita sudah memiliki itu? Kalau ingin bersaing secara internasional, tentu bukan pengalaman lagi yang bisa diandalkan, tetapi dibarengi  dengan sertifikat keahlian.

Apalagi yang kurang? Apakah pengelolaan salonnya sudah baik? Apakah sisi pelayanannya sudah maksimal? Bagaimana dengan tarif pelayanan? Semua menjadi titik pemikiran yang tidak boleh diabaikan.

Dibutuhkan peran serta pemerintah yang cukup intensif untuk mengurai pekerjaan rumah ini satu per satu. Kalau Indonesia memang menginginkan seluruh lini masyarakat berada pada posisi siap berkompetisi, tentu tidak bisa melepas begitu saja. Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Perdagangan, dan seluruh departemen terkait harus bergandengan tangan memberdayakan setiap potensi yang ada. Adanya pelatihan-pelatihan profesi dan keahlian sangat diperlukan, sehingga setiap tenaga kerja yang berada dibalik pengelolaan sebuah salon kecantikan memiliki keahlian yang tepat bersertifikat. Begitu pula dengan kebutuhan adanya pelatihan manajemen dan pengelolaan usaha. Kalau perlu, studi banding ke negara-negara lain pun bisa dilaksanakan, sehingga setiap pengelola salon tanah air dapat memiliki wawasan lebih terhadap era persaingan yang harus mereka hadapi nanti. Dibutuhkan dana yang tidak sedikit memang, tapi bukankah kita bisa memetik hasilnya kemudian?

Pemerintah harus bisa menetapkan titik tembak juga bagi setiap pembekalan dan pelatihan ini. Pengusaha kecil dan menengah harus menjadi titik sasaran. Merekalah yang akan sangat merasakan imbas dari pertarungan tingkat global. Pengusaha besar pasti sudah melakukan antisipasi lebih awal menjelang Komunitas Asean 2015 ini, sehingga dampak bagi kalangan ini tidak sebesar bagi pengusaha di bawahnya.

Kalau semuanya bisa dilaksanakan, tentu persiapan para pengusaha salon kecantikan di tanah air akan lebih baik dalam menyambut Komunitas Asean 2015. Mereka sudah siap bersaing bahkan apabila salon dan ahli kecantikan dari Thailand datang menyerbu. Kalau kualitas dan segala hal lainnya sudah setara (atau bahkan lebih), rasanya tidak ada yang perlu ditakutkan lagi. Paling hanya konsumen yang akan dipusingkan harus ke salon mana mereka memilih? :D


Jumat, 23 Agustus 2013

Hand in Hand untuk Anak-Anak Nias

jual bantal foto
Pernah membaca buku Totto Chan’s Children; a Goodwill Journey to the Children of the World karya Tetsuko Kuroyanagi? Sebuah buku yang sangat mengharukan dan membuat dada sesak saat membacanya. Buku ini merupakan catatan perjalanan Tetsuko Kuroyanagi (Penulis dan artis terkenal Jepang yang menjadi Duta Kemanusiaan UNICEF periode 1984 - 1997) saat harus mengunjungi anak-anak yang menjadi korban akibat peperangan antar negara, perang saudara, bencana alam, dan musim kering yang berkepanjangan di beberapa negara. Buku ini mengajak kita untuk menyaksikan langsung betapa anak-anak yang tak berdosa selalu menjadi korban paling besar. Seperti yang ditulis oleh Tetsuya di bukunya, selama menjabat sebagai Duta Kemanusiaan UNICEF antara tahun 1984-1997, tidak kurang dari 180 juta anak meninggal karena kekurangan gizi, penyakit menular, dan perang saudara. Angka yang membuat bulu kuduk merinding seketika.

Saya mengira anak-anak kekurangan gizi hanya terdapat di Sudan, Tanzania, Nigeria, India, Angola, dan negara-negara seperti tersebut dalam buku tersebut. Tapi, saya tidak pernah mengira kondisi seperti ini terdapat juga di Nias!

Nias, sebuah pulau cantik di sebelah barat Sumatera dan termasuk ke provinsi Sumatera Utara. Saya ingat sangat dikenal dengan atraksi Lompat Batunya. Saya juga teringat kalau ombak di perairan Pulau Nias menjadi buruan surfer dari seluruh penjuru dunia karena memiliki ombak yang sangat cocok untuk olahraga surfing. Informasi mengenai adanya anak-anak kekurangan gizi di Pulau Nias benar-benar menjungkirbalikkan bayangan saya.

Saya menangis melihat kisah Brian Harefa dan Khoiriah Jambak, anak-anak Nias, di video ini :


Betapa anak-anak yang seharusnya menikmati masa kecilnya yang indah, harus diisi dengan tangis yang kadang tanpa suara. Jangankan tertawa dan berceloteh riang, untuk tersenyum saja mereka tidak bisa. Gizi buruk sudah memenjara masa kecil mereka. Siapa yang tidak menangis melihat hal tersebut? Saat kita bisa memilih makanan yang kita suka, membelanjakan uang yang kadang untuk hal yang tidak berguna, di belahan lain negara ini, saudara-saudara kecil kita menderita hanya karena tidak mendapatkan makanan yang bernutrisi.

Saat gizi buruk sudah membelit, tidak ada lagi keindahan dunia yang bisa dinikmati. Mereka hanya dapat terbaring lemah tanpa tenaga. Hati siapa yang tidak akan miris? Kondisi ini dapat dilihat dari anak-anak kekurangan gizi di negara-negara yang dikunjungi Tetsuko Kuronayagi. Dia menulis; “Normalnya, banyak anak (yang sakit akibat kekurangan gizi) akan menangis keras. Tapi di klinik ini, anak-anak tak punya cukup tenaga untuk menangis.” (hal. 31)

Indonesia adalah negara yang subur dan kaya. Rasanya miris melihat apa yang terjadi pada saudara-saudara kecil kita seperti itu. Sulit sekali dipercaya, bahwa kekurangan gizi masih terdapat di bumi nusantara. Sungguh kontradiktif dengan slogan ‘Gemah ripah loh jinawi’ yang berarti kekayaan yang berlimpah bagi negeri tercinta ini.Slogan itu seolah tidak berarti lagi dan kita tidak perlu bangga karenanya, ketika kemakmuran yang didengungkan tidak bisa dikecap secara merata. Apalah artinya ketika ketimpangan atas kemakmuran dan kemiskinan justru terlihat begitu nyata.

Mari Kita Berbagi
Kisah dalam video Brian Harefa dan Khoiriah Jambak memang berakhir bahagia. Masa depan mereka dapat diselamatkan karena masih ada yang peduli dengan nasib mereka. Tango Peduli Gizi  berhasil menyelamatkan keduanya (dan ratusan anak lainnya) sehingga masa depan mereka bisa terbentang kembali. Rasanya air mata ini semakin deras justru saat melihat kedua anak itu dapat kembali tersenyum pada dunia. Mereka akhirnya dapat berjalan, bermain, dan tertawa! Itulah yang harus dilakukan anak-anak sebenarnya. Dunia mereka adalah dunia yang indah penuh tawa, jangan dipenuhi dengan tangis dan air mata.

Foto dari http://www.jawaban.com/news/userfile/TPG_main.jpg
Tango Peduli Gizi hadir di Nias membuka cakrawala baru bagi anak-anak di sana. Mereka hadir untuk mengawal dan memberikan penyuluhan tentang gizi pada masyarakat melalui Balai Pemulihan Gizi (BPG) Tango. Tango Peduli Gizi sudah berlangsung sejak tahun 2010, dengan misi memperbaiki status gizi anak Indonesia, seperti yang disampaikan oleh Yuna Eka Kristina, PR Manager Orang Tua Group; “Program ini dilakukan sebagai komitmen untuk memperbaiki status gizi anak Indonesia, dan menciptakan generasi muda yang sehat dan ceria. Program ini dilakukan Tango untuk membantu pemerintah mengentaskan gizi buruk di Indonesia, dan merupakan program berkesinambungan untuk pemberantasan gizi buruk di Indonesia" (dikutip dari kompas.com)

Program Tango Peduli Gizi ini, seperti yang dituangkan di sini , telah dilaksanakan sejak tahun 2010, dengan program sebagai berikut :
  • Tango Peduli Gizi 2010 terdiri dari dua aktivitas besar yaitu Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan gizi seimbang yang diberikan setiap hari selama 3 bulan kepada 526 anak berumur di atas enam bulan hingga 12 tahun di Nias dan Ruteng, serta Balai Pemulihan Gizi (BPG) Tango yang memberikan perawatan intensif terhadap 72 anak dengan gizi buruk di Nias.
  • Tango Peduli Gizi 2011 dititikberatkan pada program pemberdayaan ekonomi, perbaikan sanitasi dan pendampingan di wilayah Nias, Sumatera Utara. Wafer Tango berharap bahwa program TPG 2011 ini mampu membantu keluarga Nias untuk mempertahankan kondisi kesehatan dan status gizi anak yang telah pulih setelah mengikuti program TPG 2010.

Tidak salah kalau kita memberikan apresiasi tinggi untuk kegiatan sosial seperti ini. Cukup dengan memberikan jempol apresiasi? Tidakkah kita tergerak untuk membantu? Hand in Hand, bergandengan tangan bersama tentu akan memberikan dampak yang lebih besar bagi anak-anak Nias.

Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk Nias. Terlebih pada saat ini Tango kembali menggalang ‘Semangat Peduli’ bagi anak-anak Nias. Sumbangsih apa yang bisa kita berikan? Mari kita tengok lemari buku dan lemari mainan masing-masing. Ada berapa banyak buku dan mainan yang kita miliki? Adakah di antaranya yang sudah tidak kita butuhkan lagi? Buku-buku cerita lama yang mungkin kita sudah sangat hapal dan bosan dengan ceritanya, sehingga dibiarkan tergeletak di sudut-sudut lemari. Atau, mainan dan boneka yang sudah tidak kita mainkan lagi karena banyak mainan baru yang sudah kita beli. Buku dan mainan itu mungkin barang bekas pakai dan sudah tidak kita sukai lagi, tapi tahukah kalau buku dan mainan itu akan sangat berharga bagi anak-anak Nias?

Anak-anak Nias tidak hanya membutuhkan gizi yang baik, tetapi juga membutuhkan buku bacaan dan mainan yang menghibur. Ingat, mereka juga anak-anak yang masih sangat membutuhkan banyak hiburan seperti layaknya anak-anak di tempat lain. Sudah saatnya kita berbagi bagi mereka. Sebuah buku bacaan bekas atau sebuah mainan yang masih layak pakai tentu akan memberikan keceriaan dan kegembiraan tersendiri bagi seorang anak di Nias. Bayangkan apabila satu orang Indonesia mengirimkan bantuannya, akan berapa banyak buku dan mainan yang terkumpul untuk anak-anak Nias?

Kalau kamu tergerak untuk berbagi bagi anak-anak Nias, donasi buku dan mainan layak pakai bisa dikirim ke kantor Tango Wafer di Jl. Lingkar Luar Barat Kav. 35-36, Cengkareng – Jakarta Barat. Donasi masih ditunggu sampai tanggal 30 Agustus 2013, karena akan segera didistribusikan segera.

“Kita tidak dilahirkan untuk saling membenci, kita dilahirkan untuk saling mengasihi” (Tetsuko Kuronayagi)


Mari, saatnya kita mengembalikan kembali senyum ceria anak-anak Nias. Together, make them smile in simply way!

Catatan Tambahan :
Seandaianya saya diberikan kesempatan untuk terpilih melakukan kunjungan sosial ke Nias melalui program Tango Hand in Hand ini, Insya Allah saya akan membawa buku-buku cerita anak yang sudah saya tulis dan terbitkan (beberapa teman juga sudah bersedia menitipkan buku-buku karyanya untuk saya bawa). Saya ingin mereka pun mendapatkan kegembiraan yang sama dengan anak-anak lain yang sudah membaca buku-bukunya lebih dulu.

Saya juga ingin bisa bermain dan berbagi cerita dengan anak-anak Nias, karena siapa tahu sepulang dari sana saya bisa membuat sebuah cerita tentang Nias. Tidak saja tentang keindahan alamnya, tetapi juga tentang keceriaan dan semangat yang selalu hidup di mata anak-anak Nias. Tentang semangat mereka untuk menyongsong masa depan dengan senyum dan harapan. Semoga.

#Tango Wafer

Rabu, 21 Agustus 2013

Komunitas Asean 2015 – Gerbang Perubahan

jual bantal foto
image from http://static.zerochan.net/ASEAN.full.830804.jpg
Komunitas Asean 2015 segera datang. Dalam tempo tidak kurang dari 2 tahun, mau tidak mau, siap atau tidak siap, kita akan terjun dan terlibat langsung di dalamnya.  Kita akan berada pada sebuah kumparan yang memaksa kita bergerak bersama setiap putarannya. Mengerikan memang apabila kita berpikir jauh bagaimana sebuah pasar bebas, persaingan tingkat global, akan menyerang kita kembali tidak lama lagi. Pasar tanah air akan mendapatkan serbuan produk-produk asing dengan variasi harga dan kualitas. Sebuah ketidaksiapan menyongsong Komunitas Asean 2015 ini akan menjadi bumerang yang bisa menyulitkan.

Tapi, benarkah kita tidak siap? Lalu, kapan kita akan siap untuk memasuki era kompetisi global? Bagaimanapun, yang harus disadari adalah sebuah kompetisi cenderung akan memacu setiap yang terlibat untuk memberikan usaha yang maksimal, menyuguhkan yang terbaik yang kita bisa. Kita tidak bisa terus berdiam diri dalam zona nyaman, yang memaksa kita terus menyembunyikan potensi sesungguhnya yang mungkin bisa lebih besar dari itu. Bukankah sebuah kompetisi adalah sebuah tantangan? Kita tidak bisa mengatakan tidak bisa sebelum berani maju untuk mencoba.

Era global adalah era kompetisi. Komunitas Asean 2015 mungkin akan membuka peluang asing untuk merangsek masuk ke tanah air, tidak saja dalam bentuk komoditi produk tapi juga sumber daya manusianya. Mereka akan memperoleh peluang yang sama untuk bersaing ketat dalam setiap bidang usaha. Yang terbaik yang akan unggul, dari mana pun mereka berasal!

Sebagai negara berkembang, segala bentuk perubahan selalu dimungkinkan setiap saat. Kita tidak bisa mengurung diri dalam pola pikir yang sama tanpa keinginan untuk bergerak maju. Komunitas Asean 2015 adalah salah satu gerbang perubahan tersebut, dan sangat disayangkan kalau masyarakat Indonesia tidak membuka tangan terhadap kesempatan itu. Kapan lagi? Kita tidak ingin menjadi negara yang akan tertinggal, bukan?

image from http://www.eslblogcafe.com/skr/baimon09380/files/2013/06/6571_1_1.jpg
Dua tahun menjelang 2015 memang bukan waktu yang lama, tapi bukan berarti waktu yang singkat pula untuk mempersiapkan diri. Kita masih memiliki cukup waktu untuk berbenah, mengolah segala sumber daya untuk dapat bersaing. Yang terutama, tentu saja memperbaiki pola pikir masyarakat agar perubahan ini dipandang sebagai bentuk perubahan positif bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. Kita tidak akan kalah dari negara lain karena segala potensi besar berada di Indonesia. Apalagi yang kurang dari negara kita? Kekayaan alam dan budaya begitu melimpah ruah, begitu pula sumber daya manusianya. Yang harus menjadi fokus perhatian kita saat ini hanyalah bagaimana kita bisa memaksimalkan potensi tersebut, sehingga saat 2015 tiba kita sudah siap dengan segala potensi yang bisa dijual.

Ya, Komunitas Asean 2015 bukan sebuah momok yang harus ditakuti. Tidak mungkin para pemimpin Asean berembuk lalu memutuskan sesuatu yang akan membawa dampak buruk bagi seluruh warganya, atau hanya memihak negara tertentu saja. Komunitas Asean 2015 diciptakan agar seluruh negara di kawasan Asia Tenggara ini dapat maju bersama-sama, bergandengan tangan menciptakan kehidupan ekonomis yang lebih baik. Bukankah untuk itu ASEAN dibentuk?

Komunitas Asean 2015 dicanangkan bukan hanya menyoroti masalah ekonomi saja, tetapi juga bidang keamanan dan sosiokultural setiap negara. Ketiganya ditetapkan sebagai tiga pilar utama agenda besar Komunitas Asean 2015; ASEAN Political-Security Community (APSC), ASEAN Economic Community (AEC), dan ASEAN Socio-Cultural Community (APSC). Ini membuktikan bahwa para pemimpin negara Asean sudah menggarisbawahi ketiga bidang ini yang harus menjadi titik sorot untuk dapat dikembangkan secara maksimal dan berjalan beriringan satu sama lain dalam waktu dekat. Satu bidang dengan bidang lain harus bisa menjadi ikatan yang kuat dalam terciptanya pertumbuhan negara yang sehat. Dunia ekonomi dan sosiokultural negara akan tercapai pada saat sisi keamanan juga lebih terjaga. Di sanalah harmoni itu akan tercipta.

Blogger Sebagai Ujung Tombak

Tidak bisa dipungkiri lagi kalau blogger adalah salah satu ujung tombak yang dapat memberikan kontribusi terhadap Komunitas Asean 2015. Blogger bukan lagi anak bawang yang dipandang sebelah mata. Keberadaan blogger sudah membuka mata bahwa suara yang didengungkan para blogger dapat mencapai sasaran yang bahkan mungkin tidak bisa diduga sebelumnya.Itulah mengapa blogger belakangan ini menjadi incaran berbagai industri sebagai media yang tepat dalam penyebaran informasi.

Jutaan blogger tersebar di seluruh penjuru nusantara; dari pusat kota sampai pelosok-pelosok daerah, perempuan dan laki-laki, dari anak-anak sampai usia lanjut. Informasi yang dibawa seorang blogger melalui blognya dapat menusuk sampai titik-titik terjauh yang bahkan jarang tersentuh di dunia nyata. Beruntunglah akses internet tidak lagi menjadi barang mewah sehingga dapat diakses segala lapisan masyarakat. Hanya dengan sekali klik di mesin pencari, ribuan informasi yang dibutuhkan dapat ditemukan dengan mudahnya, termasuk informasi yang disebarkan oleh blogger melalui tulisannya.

Suara blogger adalah opini murni tanpa dibuat-buat penuh rekaan, karena itu banyak diburu sebagai media informasi pilihan. Unsur-unsur dan opini pribadi memang banyak dilibatkan dalam setiap tulisan blogger, tetapi justru itu yang menjadi daya tariknya. Tulisan blogger lebih ringan dan mudah dicerna tanpa kehilangan sisi informatifnya.

Menyongsong Komunitas Asean 2015, Komunitas Asean Blogger sudah mempersiapkan diri sejak tahun 2011 lalu. Melalui Asean Blogger Conference (ABC) pada bulan Desember 2011 di Denpasar, Bali, dan Asean Blogger Festival Indonesia (ABFI) pada bulan Mei 2013 di Solo, Asean Blogger sudah menjembatani terciptanya persahabatan, persaudaraan, dan kedamaian di kawasan Asia Tenggara melalui pertemuan akbar ratusan blogger dari seluruh perwakilan negara Asean. Targetnya satu; Kita adalah satu, bukan musuh yang harus saling sikut satu sama lain. Bukankah itu yang terpenting? Segala hal akan berjalan lebih mudah apabila kedamaian itu sudah tercipta. ABC 2011 dan ABFI 2013 mungkin hanya event yang melibatkan sebagian kecil blogger saja. Tapi persaudaraan yang terjalin diharapkan dapat menular dan berimbas pada blogger lainnya di seluruh Asean. Sesuatu yang besar akan berawal dari hal kecil terlebih dahulu, bukan? ABC 2011 dan ABFI 2013 tidak ubahnya sebuah modal awal bagi kiprah blogger menjelang Komunitas Asean 2015.

Menarik melihat agenda yang disajikan Asean Blogger pada ABFI 2013 apabila dikaitkan dengan peranan blogger dalam menyongsong Komunitas Asean 2015. Dalam agenda tersebut terdapat sesi pembagian kelas diskusi sesuai dengan spesialisasi blog atau minat blogger masing-masing; Travel blogging, Photo Blogging, Culinary Blogging, Freedom of Expression, dan lain-lain.  Ini bisa jadi bekal blogger untuk memberikan kontribusi pada Komunitas Asean 2015. Setiap sesi tersebut menggambarkan langkah nyata apa yang bisa blogger lakukan.

Langkah apa yang bisa kita lakukan untuk Komunitas Asean 2015? Mari kita menulis. Bukankah itu keahlian yang kita bisa?

Mari kita menulis tentang indahnya alam Indonesia, agar wisatawan mancanegara tidak hanya mengenal Bali saja. Potensi wisata alam Indonesia tidak semestinya mematok nama Bali saja di mata dunia, karena setiap sudut wilayah Indonesia memiliki keindahan yang sama. Mari kita menulis tentang lezatnya varian kuliner penuh cita rasa, agar Indonesia tidak dikenal dengan rendangnya saja. Tulislah uniknya seni dan budaya di setiap suku yang ada, agar mereka tahu Indonesia memiliki keragaman suku bangsa yang beragam indahnya. Tulis juga tentang batik, songket, anyaman, ulos, tenunan, kelom geulis, agar semakin banyak wisatawan dari negara tetangga yang menyerbu Tanah Abang, Pasar Baru, atau pusat grosiran lainnya di penjuru daerah. Semakin banyak wisatawan yang membaca informasi ini, dan pada akhirnya memutuskan untuk datang, bukankah kita sudah ikut membantu meningkatkan perekonomian (pilar ekonomi) dan pariwisata (pilar sosiokultural)? Jangan lupa, tulis juga tentang keramahan dan bersahabatnya masyarakat Indonesia agar mereka akan merasa aman dan juga nyaman berada di negara ini (pilar keamanan). Biarkan gaung tentang Indonesia menyerbu di dunia maya agar semakin membuka mata dunia tentang keberadaan Indonesia.

image from www.dreamstime.com
Blogger bisa melakukan itu. PASTI BISA! Saya teringat program bulanan yang dilakukan di Komunitas Blogger Tasikmalaya (KBT). Setiap bulan kita mengagendakan untuk menulis tentang tema yang sama. Cukup satu bulan sekali agar setiap anggota tidak merasa terbebani. Misalnya, bulan ini setiap anggota KBT diwajibkan menulis tentang ‘Bakso Tasikmalaya’. Dapat dipastikan dalam bulan tersebut akan ada puluhan tulisan tentang ‘Bakso Tasikmalaya’ dengan berbagai sudut pandang yang wara-wiri di internet. Bulan berikutnya kita menulis tentang ‘Alun-alun Tasikmalaya’, sehingga tulisan tentang ‘Alun-Alun Tasikmalaya’ pun akan banyak dijumpai pada bulan tersebut. Bulan berikutnya kita menulis tentang objek wisata lokal. Bayangkan kalau setiap komunitas blogger di Indonesia yang sedemikian banyaknya melakukan hal yang sama? Akan ada berapa banyak yang menulis tentang lokasi wisata di suatu daerah? Tulisan tentang kulinernya? Tentang sejarahnya? Budayanya? Bahkan informasi kedaerahan bisa naik lewat aksi tulisan para blogger. Peranan komunitas-komunitas blogger dalam posisi ini tentu akan lebih memaksimalkan apa yang ingin kita capat bersama.

Sekecil apapun kontribusi kita menghadapi Komunitas Asean 2015, akan sangat berarti daripada tidak melakukan apapun, bukan? Mari kita mulai dengan apa yang kita bisa, mulai dari sekarang. Tidak perlu menunggu orang lain selama kita bisa memulainya lebih dulu. Apabila setiap blogger memiliki pikiran yang sama, kita pun sudah bergerak bersama-sama pada akhirnya.

Mari kita buktikan bahwa blogger memang bisa berperan penting bagi Komunitas Asean 2015!

Minggu, 18 Agustus 2013

[Review] Sun In Pangandaran Hotel

jual bantal foto
Pantai Pangandaran (Foto by @iwokabqary)
Ini kali kedua saya menginap di Sun In Pangandaran (SIP) Hotel. Tentu ada alasan tersendiri mengapa saya harus kembali menginap di hotel ini. Untuk itulah saya menuliskan review ini, sekadar berbagi karena siapa tahu ada yang membutuhkan alternatif akomodasi hotel apabila ingin berlibur ke Pangandaran.

Berbeda dengan kunjungan pertama pada bulan Pebruari 2013 di mana saya langsung go show tanpa reservasi terlebih dahulu, kunjungan kedua kali ini saya tidak mau ambil resiko. Pertimbangan pertama, karena kemarin ini masih dalam suasana libur lebaran dan akhir dari liburan anak sekolah. Pangandaran pasti ramai, sehingga saya bisa saja kalah cepat kalau tidak reservasi duluan. Pertimbangan kedua, kali ini saya bawa rombongan lebih banyak. Repot kalau pas tiba di Pangandaran tiba-tiba hotel penuh di sana-sini. Karena itu, beberapa hari sebelumnya, saya sudah reservasi dan melakukan pembayaran di muka untuk 3 kamar deluxe sea view! Yippiiie ....


Lokasi
Jujur saja, saya suka dengan lokasi SIP Hotel ini. Lokasinya berada tepat di jantung area wisata Pangandaran. Mau ke mana saja dekat, tidak perlu pusing. Ke Cagar Alam tinggal berjalan sekitar 100 meter. Mau makan seafood? Tinggal jalan 50 meter ke Pasar Ikan, atau bahkan bisa menemukan rumah makan seafood di depan hotel! Mau belanja pakaian? Itu apalagi, tinggal  engklek ke kiri, kanan, dan depan hotel. Toko pakaian dan cenderamata berderet-deret untuk dipilih.

Foto milik www.hotelsip.com
Pangandaran adalah lokasi wisata pantai yang unik, karena memiliki pantai dua muka; Barat dan Timur. Pantai timur hanya digunakan untuk dermaga nelayan dan wisata air (Jet Ski, Banana Boat, Paralayang, dll) karena pantainya yang dalam dan tidak landai, sementara Pantai Barat digunakan untuk area berenang. Karena memiliki dua arah ini, wisatawan yang ingin mengejar sunrise, bisa nongkrong di Pantai Timur pagi-pagi. Sedangkan kalau ingin menangkap sunset, bisa siap-siap di Pantai Barat menjelang sore. Unik, bukan? Di satu lokasi kita bisa menyaksikan dua fenomena pergantian hari sekaligus. Tidak banyak area pantai yang bisa menyajikan seperti ini.

Meski SIP hotel berada tepat di bibir Pantai Timur, jangan pernah berpikir kita harus berjalan jauh kalau ingin berenang di Pantai (Barat). Keluar dari pintu lobby, kita hanya perlu berjalan sekitar 50 meter saja untuk mencapai Pantai Barat! Ini dikarenakan SIP Hotel berada di bottle neck area wisata Pangandaran (lihat peta). Tidak salah kalau saya bilang ini lokasi yang sangat strategis, kan?

Kamar
Saya beruntung karena pada saat reservasi masih mendapatkan kamar dengan pemandangan langsung ke laut (sea view)! Tiga kamar yang saya pesan sama-sama menghadap laut dan berdampingan satu sama lain, sehingga tidak sulit kalau anak-anak mau ngumpul dan main bareng di salah satu kamar. Pada kunjungan pertama sebelumnya, saya hanya kebagian kamar dengan pool view. Tidak masalah sebenarnya, karena pemandangan ke kolam renang pun sama asyiknya. Hanya saja, kalau bisa memandang ke laut lepas setiap saat dari balkon kamar, bukankah itu lebih asyik? Liburan ke pantai memang untuk melihat laut, kan? Hehehe.

Deluxe Sea View (foto milik www.hotelsip.com)
Salah satu keuntungan mendapatkan kamar sea view memang memiliki balkon sendiri. Tidak terlalu lebar, tapi cukup untuk sebuah kursi kayu panjang buat duduk-duduk menikmati pemandangan. Saya mendapatkan kamar di lantai 3, sehingga pemandangannya jauh lebih lepas ke tengah laut. Dari balkon inilah saya bisa mengintip sunrise menjelang pagi, atau menyaksikan wisatawan yang tengah menjerit-jerit senang di atas permainan air Banana Boat, Butterfly, dan yang lainnya. Pastinya ini menjadi nilai lebih liburan saya kali ini.

Ada beberapa macam jenis kamar yang ditawarkan SIP Hotel. Selain dua kali menempati type deluxe (pool view dan sea view), saya belum mencoba type kamar lainnya. Tapi yang saya tahu, SIP Hotel menyediakan type kamar Standar, Deluxe, Superior, dan juga Family. Yang memiliki sea view hanya kamar deluxe dan dua buah kamar superior.

Dijepret dari balkon kamar lantai 3
Meskipun tidak terlalu luas, penataan kamarnya cukup apik. Lemari pakaian yang menyatu dengan meja TV, TV 21” Flat, AC yang berfungsi dengan baik, serta sebuah kasur Queen Size (atau dua buah kasur ukuran single) menjadi fasilitas yang ada di dalam kamar. Sebagai komplimentari harian terdapat juga dua botol air mineral, kopi, teh, gula, kreamer, lengkap dengan ketel pemanas airnya. Minum kopi malam-malam sambil menikmati pemandangan di luar pasti lebih mantap.

Kamar mandinya juga cukup terawat dan bersih. Kloset duduk, wastafel, handuk bersih, plus shower dengan air dingin dan panas. Toiletriesnya juga lengkap, mulai dari sabun, sampo, dental kit, beserta shower cap. SIP Hotel bukan hotel berbintang, tapi kelengkapan kamarnya harus diacungi jempol. Seluruh kebutuhan tamu sudah dipersiapkan dengan baik. Menginap di sini tidak perlu repot-repot bawa handuk atau perlengkapan mandi!

Kolam Renang
Ya, salah satu kelebihan lain yang dimiliki hotel ini adalah kolam renang cantik yang berada di bagian tengah. Meskipun bukan kolam yang luas dan lebar, tapi kolam renang ini cukup melengkapi kebutuhan wisatawan, apalagi mereka yang membawa anak kecil seperti saya. Kadang kala anak-anak tidak peduli cuaca di luar yang masih sangat panas untuk berenang di pantai. Begitu tiba di lokasi saja mereka sudah menagih untuk segera berenang di pantai. Sebagai pengalih perhatian, saya mengajak anak-anak saya berenang di dalam hotel, sambil menunggu cuaca lebih bersahabat. Dan itu cukup manjur, karena anak-anak akan selalu setuju. Yang penting berenang! Hehehe.

Foto by @iwokabqary
Meskipun kecil, tapi kolam renang ini dilengkapi juga kursi-kursi santai di setiap pinggirannya. Disediakan untuk orang dewasa yang menunggui anak-anaknya yang tengah berenang. Kolam ini cukup ramah untuk anak-anak dan orang dewasa yang tidak mahir berenang, karena bagian terdalam hanya 1,5 meter saja. Tetapi untuk anak kecil tentu saja harus tetap dalam pengawasan, karena siapa tahu mereka terpeleset ke kolam yang dalam.

Ngumpul-ngumpul di pinggir kolam (foto by @iwokabqary)
Menariknya, di bagian lain kolam renang terdapat meja-meja yang bisa digunakan untuk nongkrong dan ngobrol-ngobrol. Suasana pada malam hari jauh lebih asyik. Sehabis penat jalan-jalan tetapi belum ingin masuk kamar untuk beristirahat, tempat ini bisa jadi lokasi yang asyik buat kumpul bareng keluarga. Bisa sambil ngopi-ngopi dan makan camilan juga. Kopi dan camilannya bisa dipesan di SIP Canteen, atau bisa juga bawa sendiri. Ngobrol deh sampai malam. Daripada nongkrong di luar yang berangin kencang atau berdebu, lebih nyaman ngobrol di tempat ini.

Sarapan!
Liburan di pantai sama dengan aktivitas sepanjang hari, bahkan sejak matahari terbit aktivitas itu sudah mulai berjalan. Tidak ada waktu untuk mengurung diri terus di kamar. Butuh energi dan asupan gizi yang cukup agar aktivitas seharian menjadi lebih nyaman. Masuk angin karena perut kosong adalah hal yang sering kali terjadi. Terkadang, saking semangatnya untuk mulai aktivitas liburan di pagi hari, kita sering melupakan sarapan yang sering dianggap sepele ini. Apalagi tidak banyak hotel non bintang yang menyediakan sarapan penuh gizi dan mengenyangkan. Yang sering tercetus adalah; “ah, paling dikasih sarapan nasi goreng doang!” Karena itu, alih-alih memanfaatkan voucher sarapan dari hotel, banyak wisatawan yang memilih untuk langsung kabur dari hotel pada pagi hari untuk langsung bermain air di tepi pantai.

Sarapan dengan pemandangan laut di belakang (@iwokabqary)
SIP Hotel menyediakan sarapan bagi seluruh tamunya. Dan yang menyenangkan, tidak hanya nasi goreng yang disajikan, tapi full set menu! Yay, saya seolah bukan sedang menginap di hotel non bintang saja! Banyak menu sarapan yang bisa dipilih sesuai selera. Mulai dari nasi goreng, bihun goreng, kentang goreng, sosis panggang, orak-arik telur, dan roti bakar dengan variasi selai (setidaknya itu yang saya temui saat menginap di sana). Untuk minumnya pun tidak hanya air mineral dan kopi atau teh saja, tapi juga dilengkapi dengan berbagai pilihan jus buah, seperti orange juice dan Pineapple juice. Nyam-nyam.

Nongkrong dulu setelah sarapan (@iwokabqary)
Yang tidak kalah asyiknya, lokasi sarapan terletak di roof top lantai 4. Dari sana, viewnya keren banget, karena bisa sambil menikmati pemandangan Pantai Timur, dan juga Pantai Barat di kejauhan. Benar-benar sangat membangkitkan semangat untuk memulai hari.

Service
Bagaimanapun, pelayanan akan selalu menjadi tolok ukur sebuah penilaian. Tidak peduli sebagus dan selengkap apa pun fasilitas sebuah hotel, kalau tidak dibarengi dengan pelayanan yang baik, akan meruntuhkan semua image baik yang ditawarkan. Untungnya saya menemukan keramahan dan pelayanan yang baik di SIP hotel. Karyawannya murah senyum, tak segan menyapa apabila tamu hotel terlihat butuh bantuan.

Hari Jumat (16/8/13), saya dan rombongan tiba kepagian. Pukul setengah sebelas sudah sampai di Pangandaran, padahal jawal check-in seharusnya pukul 15.00. Tetapi, kami ternyata diperbolehkan untuk early check-in karena dua buah kamar sudah siap (1kamar berikutnya bisa check-in setengah jam berikutnya), tanpa dikenakan biaya tambahan. Seringkali saya temukan petugas hotel yang ngotot dengan aturan dan hanya memperbolehkan tamu untuk check-in sesuai dengan aturan yang berlaku. Untungnya SIP Hotel memberikan toleransi yang sangat menyenangkan bagi tamu-tamunya.

Ngasuh anak-anak!
Ada hal-hal kecil yang kadang bisa memberikan poin penilaian berbalik menjadi apresiasi tinggi. Suatu sore kami baru pulang bermain di pantai. Tiba di lobby hotel, ternyata sudah disambut oleh sejumlah penganan ringan berupa goreng-gorengan dan ice lemon tea! Yaay ... SIP Hotel sepertinya sangat paham kalau selepas aktivitas berenang, perut akan terasa lapar dan kehausan. Menyantap gorengan dan segelas es lemon segar sambil meneruskan aktivitas berenang di kolam renang tentu sebuah kenikmatan yang luar biasa. Hal kecil yang memberikan efek cukup besar! Sungguh, hal-hal kecil diluar dugaan seperti itu menjadi apreasiasi yang menyenangkan. Salut lah buat manajemen SIP.

Mungkin ada yang bertanya, mahalkah nginap di SIP Hotel? Hmm .. kalau harga sebenarnya relatif ya. Yang satu bilang mahal, belum tentu mahal buat orang lain. Begitu pula dalam definisi murah. Hanya saja, terakhir kali saya menginap di sini, bertepatan dengan suasana libur lebaran dan libur akhir sekolah, untuk type deluxe sea view harus merogoh kocek Rp. 459.323,-. Untuk deluxe pool view lebih murah sekitar lima puluh ribuan. Yang jelas, kunjungan saya kemarin sepertinya itu bukan terakhir kalinya saya menginap di SIP hotel kalau saya ke Pangandaran lagi.

Pentingnya Reservasi
Sekarang saya semakin paham pentingnya reservasi apabila ingin menginap di sebuah hotel. Saya tidak perlu takut lagi kehabisan kamar di hotel idaman pada saat liburan. Bayangkan kalau sudah jauh-jauh berkendara, begitu sampai di lokasi ternyata hotel yang kita incar sudah penuh! Huhuhu ... bikin suasana liburan jadi bete kan? Belum lagi kita harus muter-muter lagi mencari hotel pengganti. Mending kalau cocok, gimana kalau enggak?

Sebenarnya, banyak sekali media reservasi online yang menawarkan jasa reservasi hotel. Pasti sudah pada tahulah. Beberapa nama besar sering wara-wiri iklannya di media internet. Tapi tahukah kalau saya paling takut memesan kamar hotel via situs-situs itu? Beberapa teman sempat mangkel karena reservasi mereka ditolak oleh hotel saat hendak check-in! Gubrak, kan? Bayangkan, sudah siap-siap menikmati liburan, eh ternyata mereka ditolak masuk hotel! Katanya, reservasi mereka belum tercatat di reservasi hotel. Teman saya diminta untuk menelepon agen reservasi mereka terlebih dahulu untuk mengklarifikasi pemesanannya. Tidak tanggung-tanggung, agen online mereka ada di AMERIKA! Yaaay ... harus melakukan panggilan telepon internasional? Plis deh. Sudah jadi ribet, keluar banyak duit lagi buat telepon internasional.

Karena itu, saya lebih percaya dengan agen lokal saja. Kalau memang ada kendala yang terjadi, menghubunginya lebih gampang. Plus, nggak perlu ribet dengan bahasa Inggris saya yang berantakan. Hehehe. Dan, apakah teman-teman tahu? Sekarang ada cara lebih mudah, aman dan terpercaya kalau ingin reservasi Hotel. Tidak perlu pake ribet dan takut, karena pelayanan mereka sangat mudah dihubungi. Selain via websitenya, bisa juga dihubungi langsung via Blackberry Messenger, Whatsapp, dan juga Yahoo Messenger. Woaaa ... keren, kan?


www.voucherhotel.com menawarkan pelayanan asyik ini.Mereka menawarkan layanan jasa reservasi bukan hanya untuk hotel-hotel di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri! Dan yang menurut saya paling asyik, Voucherhotel.com menerima pembayaran tanpa kartu kredit! Wohoho ... ini dia! saya paling takut menggunakan kartu kredit untuk transaksi online. Entah kenapa, selalu ada ketakutan CC saya dihack orang. Karena itu, sampai sekarang saya selalu memilih pembayaran via transfer untuk transaksi-transaksi online. Dan ini bisa dilakukan di voucherhotel.com juga. Nggak perlu pake takut lagi, kan? Mantap jaya dah!


Nongkrong di voucherhotel.com ternyata asyik juga. Selain bisa nyari harga-harga kamar hotel yang murah, kita juga bisa membaca artikel-artikel travel guide-nya yang bermanfaat banget. Ada info tentang hotel, objek wisata, dan bahkan tips-tips traveling yang sangat kita butuhkan. All in one banget. So, kenapa harus reservasi di tempat lain kalau voucherhotel.com sudah menawarkan semuanya?

Mari kita liburan lagiiiii ... ^_^