Kamis, 06 Juni 2013

Menjajal Kuliner Bakso di Tasikmalaya

jual bantal foto
Jangan tanyakan lagi ‘bakso’ itu makanan sejenis apa, karena setiap orang pasti pernah mencicipinya. Oke, setidaknya pernah melihatnya, meski agak diragukan kalau ada orang yang mengaku belum pernah mencobanya. Kuliner ini sudah tidak tertebak lagi berasal dari daerah mana asalnya, karena di setiap daerah pasti ada. Memang ada istilah ‘Bakso Solo’ yang beredar di tempat saya, tapi itu dikarenakan penjualnya berasal dari sana. Kalau melihat bakso buatannya, ya begitu-begitu saja, tidak ada bedanya dengan bakso lainnya.

Tasikmalaya dikenal dengan baksonya yang enak. KATANYA. Itu pun karena setiap ada teman yang datang ke Tasik selalu minta diantar makan bakso, dan menurut mereka rasanya memang enak! Syukurlah. Seperti halnya di daerah lain, toko/warung bakso di Tasikmalaya seolah ada di setiap ruas jalan. Kenyataannya memang begitu. Tidak sulit mendapatkan jajanan bakso di kota ini. Masalah enak atau tidak enak kembali pada selera, karena toh setiap warung bakso selalu memiliki pelanggan setianya.

Foto by. wisatakulinertasik.com

Anda akan mampir ke Tasik dan ingin mencicipi bakso ala Tasik? Mungkin saya bisa memberikan beberapa alternatif pilihan untuk dijajal kelezatannya.

Mie Bakso Laksana

Mie Bakso ini mengukuhkan dirinya sebagai bakso paling populer di Tasikmalaya. Tidak hanya dikenal di kota ini saja, karena namanya ternyata sudah dikenal oleh para tamu yang datang dari luar kota. Banyak teman dan kerabat yang ketika datang ke Tasikmalaya minta diantar ke tempat ini. Rasanya memang enak. Mie bakso kuah atau yamin pun sama-sama lezatnya. Tidak heran kalau di setiap weekend atau hari libur besar, tempat ini dipenuhi oleh pelanggannya. Untungnya Mie Bakso Laksana memiliki ruangan yang luas dan berlantai 2, sehingga daya tampungnya cukup banyak. Tapi jangan heran apabila antrian terjadi pada saat libur lebaran. Pengunjung harus dilayani menggunakan nomor antrian untuk sekadar mendapatkan meja atau layanan. Kondisi seperti ini seperti halnya yang terjadi di Bakso Akung Bandung, yang selalu dijubeli pembeli.

Dengan mengedepankan kualitas dan rasa, harga mie bakso Laksana terbilang paling mahal di Tasikmalaya, yaitu Rp. 20.000,- untuk satu porsi. Penambahan asesoris seperti babat atau pangsit tentu dikenakan harga tambahan. Ciri khas bakso Laksana ini adalah mie produksi sendiri dan bakso dagingnya yang kecil-kecil.

Berlokasi tepat di tengah kota, Jl. Pemuda no. 5 Tasikmalaya, Bakso Laksana hanya beberapa puluh meter saja dari Masjid Agung Tasikmalaya. Laksana membuka cabang di Jl. Mitra Batik dan di Foodcourt Plaza Asia.


Mie Bakso Firman

Ini adalah pendatang baru yang langsung meroket dan merebut perhatian penikmat bakso. Jubelan pengunjung selalu terjadi setiap harinya. Ciri khas dari bakso Firman ini adalah menggunakan mie gepeng dan lebar (semacam kwetiau) yang diproduksi sendiri. Penjualnya selalu meyakinkan kalau mie mereka bebas dari formalin dan boraks. Isu tentang mie berformalin memang sempat merebak di berbagai penjuru tanah air beberapa waktu yang lalu. Mereka memproduksi mienya secara bertahap, tergantung dari kebutuhan. Karena itu tidak ada mie yang akan tersisa dan basi. Mereka juga menyediakan bihun untuk yang tidak menyukai mie, atau bisa dicampur kalau suka. Jenis baksonya sendiri ada tiga macam; bakso urat (ukuran besar), bakso daging (kecil-kecil), dan bakso tahu.

Saus yang digunakan cukup pedas. Untuk yang tidak menyukai pedas, hati-hati dengan takaran saus anda. Yang maniak pedas, sambal cabenya pun sudah tersedia. Ah ya, jangan lupa tambahkan perasan jeruk nipis (ketimbang cuka) untuk membuat bakso anda menjadi lebih segar.  Jujur, ini lokasi mie bakso favorit saya!

Lokasinya tepat di persimpangan lima (Bunderan) yang merupakan pembagian arah menuju Bandung , Ciamis, dan kota Tasik, atau di ujung jalan Dr. Sukarjo Tasikmalaya.  Untuk satu porsi cukup merogoh uang Rp. 11.000,- saja.

Mie Bakso Ojo

Tidak jauh dari Mie Bakso Firman, tepat di depannya terdapat sebuah jalan kecil. Anda cukup berjalan sekitar 50 meter saja untuk mencapai Mie Bakso Ojo. Nah, yang ini pun tidak kalah istimewa dan sedapnya. Pengunjungnya pun seringkali membludak sehingga lepas magrib saja terkadang warung bakso ini sudah tutup karena habis! Waks.

Untuk penikmat bakso yang menyukai mangkuk baksonya dipenuhi oleh potongan kikil, tulang muda, atau sum-sum, ini adalah lokasi yang tepat. *krauk*

Harga satu porsi Rp. 12.000,- sudah termasuk kikil dan teman-temannya. Jangan lupa, ketersediaan kikik, sumsum, dan tulang muda hanya selama persediaan masih ada :D


Mie Bakso Tiara Mulya

Mie Bakso ini dulunya berada di Jalan Galunggung, tetapi sekarang sudah pindah ke Jl. HZ. Mustofa Tasikmalaya, tepat di depan Plaza Asia. Sekilas penampilan mie bakso ini mengingatkan saya pada Mie Bakso Laksana. Ukuran mie dan bulatan baksonya senada. Rasanya? Serupa tapi pasti tak sama. Yang terasa khas dari mie bakso ini adalah saosnya, terasa sedikit asam. Tentu bukan asam karena basi, tapi karena cita rasanya saja yang memang begitu.

Mie Bakso TM cukup dikenal sehubungan nama Tiara Mulya sendiri yang sudah mencuat duluan sebagai Perusahaan Catering ternama.

Harga satu porsi Rp. 13.000,- belum termasuk kalau ditambah babat atau pangsit.

Oya, lokasi semula Mie Bakso TM di Jl, Galungnggung sekarang ditempati oleh Mie Bakso Siliwangi. Dari sajian dan rasanya hampir sama. Mungkin karena resepnya yang serupa mengingat –kabarnya- pemilik kedua Mie Bakso ini masih saudara dekat.


Mie Bakso Widji

Mungkin Mas Widji inilah yang membawa pertama kali bendera ‘Bakso Solo’ di Tasikmalaya, karena setelah itu ternyata bermunculan nama ‘Bakso Solo’ lain yang ingin mengekor kesuksesannya.  Saya masih ingat, saat masih SMA dulu, mas Widji ini membuka kiosnya yang sederhana di perempatan jalan Tanuwiyaja – Sutisna Senjaya (mudah-mudahan saya tidak salah orang). Lambat laun baksonya laris dan diburu orang sehingga akhirnya mampu membeli sebuah bangunan di Jl. Rumah Sakit Tasikmalaya. Sekarang toko bakso sekaligus tempat tinggalnya terlihat megah dengan sebuah kendaraan roda empat keluaran baru di depannya. Hebat!

Lokasi Mie Bakso ini tepat berada di depan RSU Tasikmalaya dan bersebelahanan dengan SMAN 1 dan SMA Muhammadiyah, membuat warung bakso ini selalu dipenuhi oleh pengunjung. Ciri khas dari bakso ini adalah bakso dagingnya yang lebih padat dan kenyal dibanding bakso-bakso lain yang pernah saya cicipi.

Harga satu porsi Rp. 8.000,-


Mie Bakso Sari Rasa

Ada dua lokasi Mie Bakso yang mengusung nama Sari Rasa ini. Satu di jalan HZ. Mustofa (dekat Asia Toserba), dan satu lagi di Jl. Tentara Pelajar (depan Martabak Ramayana).  Kalau dilihat dari beberapa foto yang dipajang sebagai asesoris ruangan, terlihat banyak artis yang pernah berkunjung ke tempat ini. Salah satunya adalah Ariel NOAH (waktu masih culun tapi. Hehehe). Namanya artis saja sudah datang berkunjung, sudah dipastikan sajiannya pasti cukup istimewa. Oke, kembali ke selera sih memang, tapi kehadiran artis tentunya bisa menyedot lebih banyak perhatian.

Harga : Rp. 12.000,- satu porsi.


Mie Bakso Kurdi

Mie Bakso yang berlokasi lesehatan di Jalan Gunung Sabeulah ini cukup unik karena selain menggunakan mie, juga ditambahi dengan irisan kol. Aneh? Oh tidak, tapi enak! Bakso dagingnya imut-imut, tapi cukup banyak.

Harga : Rp. 9.000,- satu porsi.


Mie Bakso Loma
Saat bulan ramadhan tahun lalu, saya dibuat kesal saat malam-malam pergi ke sana. Saya pikir, saya bisa segera menikmati nikmatnya bakso pedas yang sudah terbayang-bayang sejak siang hari. Ups. Tapi saat tiba di sana, antriannya itu bow, puanjaaaang. Begitu tiba giliran saya, si Masnya bilang; “Maaf, pak, habis!” Hiyaaaaa …

Mie bakso ini berlokasi di jalan Tarumanagara, seberang SD Pangadilan.

Harga : Rp. 15.000,- (kalau nggak salah. Hehehe)



Selain itu ada beberapa lokasi Mie Bakso lainnya :
Mie Bakso Gesa – Jl. Ahmad Yani, sebelah Duren si Madu.
Mie Bakso Kiman – Jl. Ahmad Yani (Pasar Pancasila)
Mie Bakso Oding – Ruko Pasar Pancasila
Mie Bakso Borju – Jl. Terusan BCA – Paseh
Mie Bakso Ceria – Jl. Ahmad Yani (setelah Pasar Pancasila)
Dan Mie Bakso lainnya, plus Mie Bakso gerobak keliling

Ada yang mau menambahkan? :D

*Tulisan ini diikutsertakan dalam Tasikmalaya Blogging Competition yang diadakan oleh Hotel Santika Tasikmalaya. Informasi tentang Hotel Santika Tasikmalaya bisa melalui Fan page Facebook Hotel Santika Tasikmalaya, atau melalui akun twitter Hotel Santika Tasikmalaya 

Selasa, 04 Juni 2013

Berkeliling Dunia Lewat Magnet Kulkas

jual bantal foto Rasa suka saya terhadap magnet kulkas terjadi begitu saja. Awalnya saat saya berkesempatan mengunjungi Ibu Kota Irlandia, Dublin, tahun 2004 lalu. Karena bingung membawakan buah tangan apa untuk keluarga dan teman, pilihan jatuh pada pernak-pernik mungil dan lucu; gantugan kunci, magnet kulkas, dan beberapa suvenir kecil lainnya. Selain lucu, tentu harga menjadi pertimbangan besar. Dengan beberapa lembar Euro, saya bisa meraup banyak suvenir-suvenir itu untuk oleh-oleh.

Sebagian koleksi magnet saya
Pada saat transit pulang di Bandara Schiphol Amsterdam dan Changi Singapura, niat membeli suvenir itu muncul lagi. Pertimbangan saya saat itu, kapan lagi saya bisa menginjakkan kaki di Amsterdam dan Singapura? Bisa sampai ke sana saat itu pun berupa keberuntungan luar biasa. Memiliki sesuatu sebagai kenang-kenangan pernah berada di sana tentu akan sangat menyenangkan. Akhirnya beberapa buah magnet kulkas dan gantungan kunci berbentuk kincir angin dan patung singa pun berhasil saya dapatkan saat itu.

Tidak ada niat untuk mengoleksi suvenir itu pada mulanya. Hanya saja, saat tiba di rumah dan mulai memilah barang apa yang akan dibagikan, saya mulai kebingungan. Magnet-magnet kulkas itu terlihat begitu lucu. Yang ini bagus, yang itu unik. Mulailah ada rasa berat untuk menyerahkan benda-benda itu. Pada akhirnya, saya hanya membagikan gantungan kunci dan suvenir lain. Magnet kulkas? Saya tempel langsung di kulkas milik saya.

Keren! Miniatur beberapa landmark terkenal di Dublin, kincir angin Belanda, dan Patung Merlion Singapura berderet cantik sebagai penghias pintu lemari es. Saat itu saya mulai membayangkan, alangkah hebatnya kalau tidak hanya ada perwakilan 3 negara saja yang berderet di sana, tetapi negara-negara di seluruh dunia! Lemari es saya bisa menjadi sebuah ‘peta’ dunia! Sejak saat itu, saya mulai bergerilya.

Saya traveling keliling dunia? Sayangnya tidak ada kesempatan untuk itu. Saya hanya berkesempatan jalan-jalan ke Dublin dan Bangkok saja sampai saat ini. Tetapi, saya mempunyai beberapa teman yang tinggal di luar negeri, atau sering traveling ke luar negeri. Ini dia kesempatan saya. Saya mencari tahu kapan mereka akan mudik? Kapan mereka terdengar akan liburan ke luar negeri? Pada saat berita itu terdengar, saya pun akan segera menghadang mereka; “Bisa nitip beliin magnet kulkas?”

Magnet kiriman Elsa dari Dublin
Satu per satu magnet terkumpul. Beberapa teman yang sudah mengetahui hobi saya, tak segan membawakan magnet kulkas unik dari setiap perjalanan mereka. Beberapa saya barter dengan buku-buku yang saya tulis, sebagian lagi diberikan secara cuma-cuma. Wow!

Sebuah magnet kulkas dari sebuah negeri di luar sana mungkin terdengar sepele dan tidak berharga, untuk yang tidak suka tentu saja. Tetapi, buat saya, melihat sebuah lagi magnet bertengger di pintu kulkas, dengan bertuliskan nama sebuah negara (atau kota), dan berhiaskan sebuah landmark tertentu, menjadi kegembiraan tersendiri. Satu negara (atau kota) lagi berhasil saya ‘kunjungi’.

Sampai saat ini, saya berkeliling dunia lewat puluhan magnet yang terpajang di dinding lemari es di dapur. Dari Singapura, Malaysia, Thailand, Jepang, China, sampai ke negeri Paman Sam. Dari New Zealand, Australia, sampai negara-negara di benua Eropa. Kaki saya belum sempat menginjak negeri aslinya, tetapi melalui magnet-magnet ini harapan dan doa saya terlambung, siapa tahu kelak saya bisa sampai ke sana?

Sebagian besar magnet yang saya miliki berasal dari luar negeri. Sedikit sekali magnet kulkas yang saya peroleh dari dalam negeri. Di beberapa kota yang saya kunjungi, seringkali pencarian saya berbuah nihil, berbeda dengan gantungan kunci yang sangat banyak ragamnya dan bisa diperoleh di setiap toko suvenir. Atau mungkin saya yang kurang gigih mencarinya? Yang sering ditemukan hanyalah magnet-magnet biasa (umumnya berbentuk buah-buahan, binatang, atau bentuk tertentu) yang tidak menggambarkan landmark sebuah kota. Mungkin karena saya lebih menyukai magnet yang melambangkan sebuah negara, kota, atau landmark tertentu, keunikan magnet tersebut tidak begitu terasa. Sejauh ini, koleksi magnet tanah air yang saya dapatkan berasal dari Bali, Yogyakarta, dan Jakarta (Dunia Fantasi). Sayang memang, saya ‘mengelilingi’ dunia lebih banyak ketimbang tanah air sendiri.

Mengoleksi magnet kulkas bukan hobi yang sulit. Kesulitan terbesar saya selama ini hanyalah memberikan penekanan pada anak bungsu saya (5 tahun) bahwa ini bukan mainan. Beberapa kali saya temukan beberapa magnet yang sudah hancur berkeping-keping karena si Bungsu iseng memindahletakkan magnet-magnet itu, lalu terjatuh. Apa boleh buat, saya toh tidak bisa melaminating magnet-magnet itu agar tetap aman dari jangkauannya.

Ada yang mau menambahkan koleksi magnet saya? *ngarep*

Minggu, 02 Juni 2013

[Wisata Kuliner Tasikmalaya] Tutug Oncom Naik Kelas

jual bantal foto Tidak bisa dipungkiri, sajian kuliner menjadi salah satu daya tarik wisata pada saat ini. Para pelaku wisata tidak bisa lagi mengabaikan kunjungan wisata dengan melewatkan jajaran kuliner khas yang ada di daerah yang dikunjungi. Bukan lagi sebagai kunjungan pelengkap sebuah perjalanan wisata, melainkan sudah menjadi agenda wajib yang harus dilakoni. Bagaimanapun, kuliner adalah sebuah bagian dari budaya daerah yang sudah sepantasnya untuk diketahui bahkan dilestarikan. Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kearifan budaya lokal, sudah sepantasnya kita ikut menjadi bagian dalam pelestarian tersebut, bukan?

Menggeliatnya wisata kuliner menjadi peluang usaha tersendiri bagi para pelaku bisnis. Tentunya ini menjadi efek positif dari sebuah perkembangan dunia pariwisata, bagaimana dunia pariwisata memberikan dampak nyata bagi masyarakat. Kalau mau dicermati, penggiat bisnis kuliner tradisional ini semakin menampakkan diri dalam geliat pariwisata. Coba tengok di daerah-daerah wisata, pebisnis kuliner mulai merebak dan menciptkan nuansa tersendiri.

Beragam kuliner tradisional (maupun modern) semakin marak. Setiap kota menunjukkan kekhasan masing-masing. Coba lihat kota Yogyakarta, penjual gudeg tersedia di mana-mana. Atau saat ke Solo, sajian Selat Solo maupun Nasi Liwetnya selalu menjadi buruan yang tak boleh dilewatkan. Begitu pula dengan Bandung, rasanya tidak lengkap kalau tidak memburu batagor maupun baso tahunya yang terkenal lezat. Jauh ke Makasar, Sop Konro dan Coto Makasar menjadi santapan wajib kalau berkunjung ke sana.

Setiap daerah hadir dengan ciri khas kuliner tersendiri. Bagaimana dengan Tasikmalaya? Rasanya tak berlebihan kalau saya menyebut Tasikmalaya sebagai kota Tutug Oncom.

Nasi Tutug Oncom
Entah kapan tepatnya Nasi Tutug Oncom atau lebih dikenal Nasi TO ini mulai membumi di kalangan masyarakat Tasikmalaya. Yang jelas, peringkat nasi TO ini sekarang sudah terangkat menjadi sajian yang lebih terhormat. Yang saya ingat, nasi TO ini sudah ada sejak zaman dahulu. Bahkan ketika saya kecil. Namun yang paling saya ingat,  makanan ini disajikan apabila kondisi keuangan dapur keluarga sedang krisis. Saat-saat tanggung bulan, sajian ini seringkali hadir. Kenapa seperti itu? Karena Nasi TO adalah makanan murah dan sangat sederhana. Hanya berbekal sepapan oncom, beberapa siung bawang merah, bawang putih, garam, kencur, dan cabe, sebuah sajian nikmat bisa terhidang cepat di meja. Tentu saja plus nasi putih yang masih panas.

Arti kata Tutug Oncom sendiri adalah oncom yang ditutug (ditumbuk). Jadi, bawang merah, bawang putih, garam, kencur, dan cabe ini diulek sampai halus, lalu campur dengan oncom. Tumbuk-tumbuk sampai bumbu bercampur rata. Setelah itu, campuran oncom dan bumbu disangrai hingga oncom matang dan kering. Campurkan sangrai oncom ini dengan nasi yang masih panas. Aduk-aduk hingga rata. Beres! Sajian nikmat dan menggoda pun bisa tersaji tanpa perlu waktu lama dan pengolahan yang ribet.

Mungkin aneh kalau ada masyarakat Tasikmalaya yang belum mengenal Nasi Tutug Oncom. Bisa dimaklumi kalau mereka ada pendatang. Tapi untuk penduduk Tasikmalaya? Akan menjadi hal yang aneh dan langka kalau berlum pernah mencoba.

Nasi TO Benhil Dadaha. Yang nggak kebagian duduk mohon antri!
Kembali ke cerita tentang Nasi TO yang sekarang begitu menjamur di Tasikmalaya, saya jadi ingat sebuah warung TO di daerah Dadaha. Saat itu awal tahun 2000-an. Mungkin warung ini adalah cikal bakal betapa sebuah warung TO bisa menjadi trend tersendiri nantinya. Warung TO Dadaha ini tidak bagus, hanya kios yang sangat sederhana. Lokasinya bahkan di pinggir sebuah aliran sungai kecil yang tidak begitu bersih. Tapi jangan salah, pengunjungnya ternyata membludak! Untuk memesan sebungkus nasi TO bahkan harus rela antri dalam waktu yang cukup lama. Belum lagi kalau pembelinya sudah saling serobot dan minta didahulukan pesanannya. Menarik sekali melihat sebuah sajian yang semula dianggap sepele ternyata naik kelas dengan cepat. Bukan hanya masyarakat kalangan menengah ke bawah yang memburu nasi TO saat ini, tapi mereka yang terlihat datang dari kelas atas.

Apa yang menarik dari sebungkus nasi TO? Karena sebuah sajian nikmat tidak perlu mahal. Tahukah berapa harga sepiring atau sebungkus nasi TO ini? Saya masih ingat, pertama kali membeli nasi TO ini cukup mengeluarkan uang Waktu itu hanya Rp. 2.500,- saja! Itu untuk nasi TO nya saja, karena makan TO tidak akan lengkap kalau tidak disantap dengan Cipe (Aci Tempe/Tempe goreng). Sebuah tempe harganya Rp. 500,-. Jadi, tidak perlu membawa dompet tebal untuk makanan nikmat dan mengenyangkan. Bahkan kalau satu piring dianggap kurang,  nambah satu atau dua porsi lagi  pun tidak akan membuat dompet jadi kurus.

Saya pernah mengajak dua orang teman dari Jakarta untuk wisata kuliner di Tasikmalaya. Saya menatap geli saat mereka sempat terbengong-bengong sewaktu membayar makanan. "Nggak salah, nih?" katanya kaget.

Tidak bisa dipungkiri kalau keberhasilan TO Dadaha akhirnya segera mendapat pengikutnya. Berbagai warung TO serentak hadir di seluruh penjuru kota. Cita rasa mungkin sedikit berbeda-beda, tapi tetap menawarkan kenikmatan dan kemurahan yang sama. Nasi TO menjadi wabah dan mulai masuk daftar kuliner yang harus disantap kalau memasuki kota Tasikmalaya.

Warung Nasi TO Mr. Rahmat
Semakin hari, warung TO yang berdiri semakin banyak. Mulai dari warung pinggir jalan sampai yang menawarkan tempat yang sangat representative. Tidak lagi harus makan di pinggir jalan kalau memang enggan, anda bisa memilih warung-warung lesehan yang luas dan nyaman. Salah satunya adalah Warung TO Mr. Rahmat, masih di sekitar komplek olahraga Dadaha. Warung yang baru dibuka dua tahun lalu ini langsung diserbu penikmat TO dan jadi tempat nongkrong yang asyik. Lokasinya di atas pesawahan, berbentuk saung, dan memiliki jumlah meja yang banyak dan ruangan yang lapang. Cobalah ke sana malam Sabtu atau Minggu, suasana akan terlihat ramai! Beruntunglah kalau anda masih mendapatkan tempat duduk.

Apakah makanan di sini mahal? Hohoho ... TO tetap murah meriah. Jangan perlu takut dompet akan terkuras kalau makan sajian yang satu ini. Meskipun pesanan ditambah dengan lauk pauk lainnya, seperti : telur dadar, tumis asin jambal, cipe, ayam goreng, dan es jeruk, total yang harus dibayar tetap terasa hemat dibandingkan makan di restoran.

Sepiring Nasi TO biasanya sudah dilengkapi dengan sambal hejo (sambal cabe rawit mentah), sambal merah (cabe merah) dan lalapan (mentimun dan leunca). Dengan porsi ini saja makan sudah nikmat. Tapi kalau ingin lebih lengkap, ada beberapa lauk tambahan yang bisa dipesan. Biasanya berupa gorengan tempe, bakwan, ikan asin goreng, tumis ikan jambal, telur dadar, ayam goreng, dll.

Murah tak perlu jadi murahan. Nasi TO memiliki kandungan nilai dan mutu gizi  yang cukup baik. Dari oncom yang menjadi bahan utama kuliner ini ternyata memiliki sumber karbohidrat dan protein yang cukup tinggi. Tak perlu khawatir dengan gizinya lagi, dong?

Sekarang, warung TO serupa sudah mewabah. Di mana-mana ada. Bahkan di seruas jalan Dadaha (masih satu jalan dengan Mr. Rahmat) berderet warung-warung TO lainnya dengan jarak yang tidak berjauhan. Tak heran kalau secara berseloroh jalan ini sering dijuluki Jalan Tutug Oncom. Karena menjamurnya warung TO ini, tak heran kalau kemudian banyak yang menyebut Tasikmalaya sebagai kota TO. Kalau anda ke Tasikmalaya, tak ada salahnya menjajal makanan yang satu ini; murah, meriah, dan pasti nikmat! [iwok]

*Tulisan ini diikutsertakan dalam Tasikmalaya Blogging Competition yang diadakan oleh Hotel Santika Tasikmalaya. Informasi tentang Hotel Santika Tasikmalaya bisa melalui Fan page Facebook Hotel Santika Tasikmalaya, atau melalui akun twitter Hotel Santika Tasikmalaya