Dimuat di Kompas Anak, 22 April 2012
Minggu, 22 April 2012
Jumat, 20 April 2012
BZ Magazine edisi April 2012
jual bantal foto
Bangga rasanya saat dipercaya memimpin redaksi untuk penerbitan BZ Magazine edisi April 2012 ini. Meski sejak awal tahun ini saya didera begitu banyak kesibukan di kantor, tapi kepercayaan ini terlalu sayang untuk dilewatkan. Karena itulah, di sela-sela kesibukan rutin yang saya kerjakan, saya berupaya bisa melaksanakan tugas ini sebaik-baiknya. Alhamdulillah, meski sempat keteteran, tapi dukungan seluruh jajaran redaksi, BZ edisi 27/April 2012 ini akhirnya bisa terbit juga. Alhamdulillah.
Oya, yang belum paham, BZ adalah majalah online yang dikelola oleh Blogfam (blogger family), sebuah komunitas blogger tertua di Indonesia. Sebelum hadir kembali pada tahun 2012 ini, BZ dulu sempat terbit teratur bulanan dan kemudian vakum selama 4 tahun. Mulai Pebruari 2012, Redaksi Blogfam kembali menyundul kegiatan penerbitan ini dan berusaha untuk eksis kembali setiap bulannya dengan beragam informasi seputar dunia blogging.
Untuk edisi April 2012 ini, laporan utama menyorot tentang fenomena BLOOK, blog yang dialihmediakan menjadi buku. Untuk itu redaksi BZ berhasil mewawancarai Ang Tek Khun selaku owner dari Penerbit Gradien Mediatama, yang selama ini sudah banyak menerbitkan Blook dan rata-rata sukses di pasaran. Selain itu, redaksi juga berhasil narablog yang kemudian lebih dikenal sebagai Penulis. Ada Cik Kerani, yang mendadak ngetop karena blook-nya yang berjudul 'My Stupid Boss' laris manis di pasaran buku tanah air. Ada pula wawancara dengan Lalu Abdul Fatah, blogger yang mulai memantapkan diri sebagai travel writer, dan sudah berhasil menerbitkan buku panduan wisata berjudul Travelicious Lombok.
Jangan lewatkan pula kilas kabar dari Dee Lestari yang baru saja menerbitkan novel Partikel dan novel Perahu Kertas-nya yang segera dilayarlebarkan. Tak hanya itu, dari dunia komik, simak cerita seru dari Hikmat Darmawan dan Pengajian Komiknya. Tak lupa laporan seputar komunitas blogger yang kali ini meliput Komunitas Blogger Papua. Dan juga artikel tentang Jurus Mencampur Bahasa di Blog.
Semoga berkenan. :)
Bangga rasanya saat dipercaya memimpin redaksi untuk penerbitan BZ Magazine edisi April 2012 ini. Meski sejak awal tahun ini saya didera begitu banyak kesibukan di kantor, tapi kepercayaan ini terlalu sayang untuk dilewatkan. Karena itulah, di sela-sela kesibukan rutin yang saya kerjakan, saya berupaya bisa melaksanakan tugas ini sebaik-baiknya. Alhamdulillah, meski sempat keteteran, tapi dukungan seluruh jajaran redaksi, BZ edisi 27/April 2012 ini akhirnya bisa terbit juga. Alhamdulillah.
Oya, yang belum paham, BZ adalah majalah online yang dikelola oleh Blogfam (blogger family), sebuah komunitas blogger tertua di Indonesia. Sebelum hadir kembali pada tahun 2012 ini, BZ dulu sempat terbit teratur bulanan dan kemudian vakum selama 4 tahun. Mulai Pebruari 2012, Redaksi Blogfam kembali menyundul kegiatan penerbitan ini dan berusaha untuk eksis kembali setiap bulannya dengan beragam informasi seputar dunia blogging.
Untuk edisi April 2012 ini, laporan utama menyorot tentang fenomena BLOOK, blog yang dialihmediakan menjadi buku. Untuk itu redaksi BZ berhasil mewawancarai Ang Tek Khun selaku owner dari Penerbit Gradien Mediatama, yang selama ini sudah banyak menerbitkan Blook dan rata-rata sukses di pasaran. Selain itu, redaksi juga berhasil narablog yang kemudian lebih dikenal sebagai Penulis. Ada Cik Kerani, yang mendadak ngetop karena blook-nya yang berjudul 'My Stupid Boss' laris manis di pasaran buku tanah air. Ada pula wawancara dengan Lalu Abdul Fatah, blogger yang mulai memantapkan diri sebagai travel writer, dan sudah berhasil menerbitkan buku panduan wisata berjudul Travelicious Lombok.
Jangan lewatkan pula kilas kabar dari Dee Lestari yang baru saja menerbitkan novel Partikel dan novel Perahu Kertas-nya yang segera dilayarlebarkan. Tak hanya itu, dari dunia komik, simak cerita seru dari Hikmat Darmawan dan Pengajian Komiknya. Tak lupa laporan seputar komunitas blogger yang kali ini meliput Komunitas Blogger Papua. Dan juga artikel tentang Jurus Mencampur Bahasa di Blog.
BZ Edisi April bisa diunduh di sini :
Semoga berkenan. :)
Rabu, 11 April 2012
[Tips] Mengejar Endorsment
jual bantal foto
Semoga membantu. :)
Seberapa penting kah sebuah endorsement pada saat memutuskan membeli sebuah buku? Tergantung orangnya juga sih. Banyak yang lebih memilih mengabaikannya, tapi tak sedikit juga yang tergiur karena deretan endorsement plus nama endorsernya. Meski begitu, toh tak sedikit penerbit yang masih menggunakan peran endorsment sebagai strategi marketing buku-buku mereka agar lebih menarik perhatian calon pembaca.
Buat penulis (tidak semua memang), ada kebanggaan juga kalau naskahnya mendapatkan endorsement dari orang-orang hebat. Seperti yang kita tahu, yang terpilih menjadi endorser setidaknya adalah orang-orang pilihan; selebritis, publik figur, orang-orang yang cukup terpandang di bidangnya, Penulis dengan jam terbang tinggi, atau bahkan sekadar penikmat buku terpilih. Senang rasanya mereka mau menorehkan sedikit komentarnya untuk buku yang kita tulis.
Pencarian endorser tidak melulu dilakukan oleh penerbit. Terkadang Penulis pun harus terjun untuk pencarian endorser yang dikira tepat. Beberapa novel saya pernah mendapatkan endorsement dari selebritis yang sudah diusahakan sendiri oleh penerbit (asyiiik). Tapi di beberapa novel lain, saya pun terjun sendiri mengejar endorser. Seru juga sih, karena merasa semakin terlibat dalam proses penerbitan buku secara keseluruhan.
Lalu, nyari endorser itu seperti apa sih? Ada beberapa hal yang mungkin bisa saya share bagi yang membutuhkan informasi seperti ini, khususnya yang ingin mencari endorser sendiri untuk calon bukunya :
- Tentukan siapa yang akan dipilih jadi endorser
Memilih endorser memang tidak bisa sembarangan. Kehadiran endorser diharapkan dapat mencuri perhatian dan menjadi poin lebih bagi bukunya. Karena itu, pilihlah nama-nama yang bisa menjual. Seorang publik figur sering dijadikan pilihan. Kalau kamu memiliki link ke para selebritas, ayo manfaatkan! Saya ingat dulu sempat memanfaatkan seorang teman yang merupakan kakak ipar Indra Bruggman untuk mendapatkan endorsementnya. Berhasil!
Sasaran lain untuk ditembak menjadi endorser biasanya sesama penulis. Selain sudah saling mengenal dan bisa memanfaatkan hubungan pertemanan, seorang penulis pun biasanya memiliki fans tersendiri. Diharapkan kalau idolanya membubuhkan endorsement di suatu buku, fansnya pun akan tertarik untuk membaca/membeli buku tersebut. Benar kan kalau endorsment adalah bagian dari strategi marketing?
- Diskusikan calon endorser dengan Penerbit
Jangan sampai setelah susah-susah cari endorsement, eh ternyata pihak penerbit menolak nama endorser tersebut dengan alasan kurang menjual. Pasti ada perasaan tidak nyaman kalau harus menyampaikan kepada endorser tersebut kalau endorsementnya tidak jadi dicantumkan. Karena itu, diskusikan dari awal siapa calon-calon endorser yang akan dipilih. Kalau ternyata penerbit oke, baru deh kamu kejar endorsernya.
- Hubungi calon endorser jauh-jauh hari
Tidak setiap orang memiliki banyak waktu luang. Hindarkan menghubungi calon endorser dan memberikan deadline yang sangat mepet. Kita tidak bisa menduga kesibukan apa yang sedang mereka kerjakan. Bisa jadi kita sendiri yang akan kecewa karena mereka bahkan tidak sempat membaca naskahnya dan batal memberikan endorsementnya. Untuk mengatasi hal ini, diskusikan kebutuhan endorser ini dengan editor jauh-jauh hari, sehingga kita bisa memiliki cukup waktu untuk mengejar calon endorser.
- Naskah yang rapi
Alangkah menyenangkannya para endorser kalau membaca naskah yang sudah tersusun baik dan rapi. Hindarkan naskah yang masih terlihat ‘keriting’; typo bertaburan, tanda baca yang berantakan, atau susunan halaman yang acak-acakan. Kita pun tentu tidak ingin calon endorser mengerutkan kening pas baca naskahnya, kan? Kalau bisa, mintalah naskah yang sudah diedit ke editornya, sehingga naskah yang disebar ke endorser pun sudah jauh lebih cantik.
Ada beberapa endorser yang kadang menyampaikan tidak memiliki banyak waktu untuk membaca keseluruhan naskah. Karena itu, siapkan naskah ‘khusus’ apabila menemui hal seperti ini. Sebuah sinopsis lengkap yang menggambarkan keseluruhan isi buku, atau beberapa bab awal dari naskah. Biasanya dari sana endorser dapat ‘membaca’ apa yang harus ditulisnya.
- Honor/Imbal balik
Berapa sih honor untuk seorang endorser? Ada beberapa orang yang pernah menanyakan hal ini. Secara umum dan sudah menjadi lazim di kalangan dunia penulisan, tidak ada honor untuk endorser apabila diminta memberikan endorsement. Tapi, sebagai imbal balik atas jasa yang sudah diberikan, biasanya penerbit akan mengirimkan satu (ada juga yang dua) eks bukunya apabila sudah selesai cetak. Kalau penerbit ternyata tidak menyediakan, maka tanggungjawab penulis lah yang menyediakan buku tersebut untuk para endorser.
Keadaannya bisa lain apabila meminta endorsement kepada publik figur atau tenaga ahli. Terkadang ada juga yang memberikan tarif apabila bermaksud meminta endorsement dari yang bersangkutan. Kalau mau aman, pada saat melamarnya jadi endorser, sampaikan pula tentang imbal balik yang akan diberikan nanti. Kalau memiliki budget untuk membayar tentu tidak masalah kalau mereka meminta tarif tertentu. Tapi kalau tidak, lebih baik cari endorser lain saja.
Oya, meski saya baru menjumpai satu saja, ternyata ada juga penerbit yang memberikan honor untuk para endorser. Cihuy, kan?
Semoga membantu. :)
Minggu, 08 April 2012
[Laporan] Workshop di QSMART - SMA Al-Muttaqien
jual bantal foto
Ternyata satu setengah jam itu tidak pernah cukup. Tadinya saya mikir, dengan tempo waktu selama itu, saya harus ngomong apa aja ya. Makanya, saat nyusun presentasi, saya siapin dua materi buat ngisi slot waktu yang sudah disiapkan panitia. Ealah, rupanya saya lupa kalo udah ngomong, saya tuh susah banget brentinya. Terbukti waktu satu setengah jam berlalu begitu saja, sementara materi yang harus disampaikan masih banyak! Hiyaaa..... *ngebut presentasi*
Siang ini (Sabtu, 7 April 2012), saya berkunjung ke SMA Al-Muttaqin Tasikmalaya untuk memenuhi undangan jadi pembicara dalam acara Workshop bertema Relevansi Sosial Media dan Pembentukan Remaja. Keren kan temanya? Berhubung saya merasa dilahirkan dari Media Sosial (khususnya blog), dan sekarang pun masih berkecimpung sebagai bagian dari sosial media yang ada, tawaran ini pun saya terima dengan senang hati. Apalagi dengan tema seperti itu, saya mau banget sharing tentang apa yang pernah saya lakukan seputar sosial media yang saya geluti, dan dampak positif yang pernah saya raih. Mudah-mudahan bisa sedikit menginspirasi puluhan adik-adik dari SMP dan SMA peserta gelaran Workshop ini yang datang tidak hanya dari area Tasik, tapi juga dari Ciawi, Ciamis, sampai Banjar! Wow.
Jam setengah sembilan saya sudah nongkrong di parkiran SMA Al-Muttaqin. Sebagai pembicara pertama, tentunya nggak lucu kalo saya datang telat. Makanya, meski acara baru dimulai pukul sembilat lewat (pada akhirnya, karena ada seremonial yang dilakukan), jauh sebelumnya saya sudah siap. Apalagi lokasi sekolah ini nggak begitu jauh dari rumah, lima-sepuluh menit berkendara saja sudah sampai di lokasi. Tak lama saya dijemput Afrilia, salah seorang panitia dari Qsmart, yang kemudian mengajak ke ruang acara.
Acara sudah dimulai. Lantunan ayat suci Al-quran menyambut kedatangan saya. Ternyata sudah ada Pak Jenal, Kepala Sekolah SMA Al-Muttaqien, yang akan membuka resmi workshop tersebut, dan juga Pak In In, Wakasek Kurikulum/Pembina Kirlistik, yang ternyata masih mengingat saya karena dulu pernah diundang ke sekolah ini pula saat diminta menjadi juri Lomba Blog. Seremonial pun berlanjut sampai akhirnya tiba giliran saya untuk berbicara. *eng-ing-eng*
Materi yang saya paparkan saat itu adalah seputar dunia tulis menulis dan kaitannya dengan sosial media. Dengan materi seperti ini, saya merasa tertarik kembali beberapa tahun ke belakang, saat saya baru memulai aktivitas ngeblog, gabung di komunitas blogger (blogfam), yang kemudian membuka jalan terhadap dunia penulisan. Tak heran saya begitu bersemangat menceritakan bagaimana lewat Sosial Media akhirnya saya menemukan bakat terpendam; menulis. Mengingat banyak peserta workshop yang ternyata memiliki ketertarikan terhadap dunia penulisan, saya pun berusaha menekankan bahwa kesempatan itu selalu terbuka lebar, bahkan melalui media sosial yang tengah marak sekarang ini. Banyaknya ajang penimbaan ilmu lewat grup-grup penulisan di facebook dan event-event lomba penulisan, adalah peluang yang harus dimanfaatkan dengan maksimal. Sosial Media tidak lagi hanya ajang untuk berinteraksi dan menjalin pertemanan belaka, lebih dari itu menawarkan banyak sekali kesempatan untuk mengembangkan bakat yang dimiliki.
Banyak contoh sukses yang bisa kita lihat bagaimana sebuah sosial media bisa melambungkan bakat dan kemampuan seseorang. Siapa tidak kenal Raditya Dika? Tulisan iseng dan ngocol di blognya telah mengangkat dia sebagai seorang selebritas baru di dunia penulisan. Atau Arief Mohammad yang gara-gara akun Poconggg-nya di twitter berhasil mengangkat namanya ke jenjang yang lebih tinggi. Sebut juga Trinity yang karena blog 'The Naked Traveller'nya sudah mengukuhkan dia sebagai backpacker paling terkenal di Indonesia. Tidak lupa, tentu saja sosok humble rupawan bernama ... Iwok Abqary! *hiyaaaat.... geplak! pentung! Bantai!*
Tanpa jeda lama, saya kemudian lanjut ke materi berikutnya mengenai tips-tips penulisan. Dibanding materi pertama, sesi kedua lebih terlihat menarik perhatian peserta. Mungkin karena bahasannya lebih spesifik ke jalur penulisan. Dan saya pun nyerocos kembali sampe kemudian baru nyadar kalo ada seorang panitia yang ngasih kode ke moderator kalo waktunya sudah habis. Hah, habis? tapi materi saya kan belum habis? Hiyaaa... gimana nih? Pas saya tanya ke moderator, ternyata dikasih waktu lima menit lagi buat tanya jawab. Lah, tapi materi saya belum selesai! *keukeuh* hehehe. Akhirnya saya ngebut menyampaikan materi, karena nggak lucu juga kalo bahasannya kok ngegantung. Penanya pun akhirnya cuma dibatasi dua orang saja, mengingat waktu yang sudah kebablasan. Dari rumah sebenarnya saya sudah bawa 4 buku buat doorprize. Mengingat hanya dua penanya saja, hanya dua buku pula yang akhirnya dibagikan. Penanya yang beruntung masing-masing memilih novel DOG'S LOVE dan Antologi FIGHT, LOVE,HOPE.
Seru! Senang sekali saya bisa terlibat dalam gelaran yang melibatkan banyak anak muda (remaja) di dalamnya. Panitia-panitianya yang gesit dan cerdas dalam menyusun sebuah workshop bergizi, plus pesertanya yang antusias mengikuti rangkaian acaranya. Selain saya, ada dua pembicara lain yang akan menyemarakan wawasan peserta workshop tentang arti dan manfaat sosial media dalam kaitannya dengan dunia jurnalistik. Mereka adalah Yudha P. Sunandar (Pimred SalmanITB.com) yang saya kenal sewaktu sama-sama diundang ke acara ASEAN Blogger Conference di Bali, dan Yogi Ahmad Fajar (pimred Bulaksumur.com - UGM) yang telah saya kenal sewaktu dia masih sekolah di SMA Al-Muttaqin ini dan mengundang saya sebagai juri lomba blog.
Dunia penulisan memang sudah menarik banyak remaja saat ini. Usai menyelesaikan tugas saya sebagai pembicara, perbincangan pun kembali berlanjut dalam suasana santai. Kebetulan usai materi saya dilanjutkan acara break salat zuhur dan makan siang. Beberapa peserta dan panitia merubung untuk menanyakan banyak hal yang belum tuntas terbahas dalam materi tadi. Asyik. Melihat semangat mereka, saya yakin mereka akan berkiprah banyak setelah ini dan beberapa tahun ke depan. Amin. Semoga apa yang saya sampaikan memang bisa menginspirasi mereka, kalau peluang mereka sangat terbuka lebar. Kuncinya cuma satu, ada kemauan, mau belajar, dan ada usaha. *eh, itu mah tiga ya, bukan satu* :D
Yang menyenangkan, dalam obrolan singkat dengan Pak Zainal, Kepsek SMA Al-Muttaqin ini, tercetus keinginan adanya program lanjutan pelatihan penulisan tidak saja untuk siswa, tapi juga untuk guru-guru dan kepala sekolahnya. Lebih jauh, diharapkan program itu dapat menghasilkan sebuah karya nyata dalam bentuk buku. Amiiin.... ayo Pak, kita laksanakan!
Siang ini (Sabtu, 7 April 2012), saya berkunjung ke SMA Al-Muttaqin Tasikmalaya untuk memenuhi undangan jadi pembicara dalam acara Workshop bertema Relevansi Sosial Media dan Pembentukan Remaja. Keren kan temanya? Berhubung saya merasa dilahirkan dari Media Sosial (khususnya blog), dan sekarang pun masih berkecimpung sebagai bagian dari sosial media yang ada, tawaran ini pun saya terima dengan senang hati. Apalagi dengan tema seperti itu, saya mau banget sharing tentang apa yang pernah saya lakukan seputar sosial media yang saya geluti, dan dampak positif yang pernah saya raih. Mudah-mudahan bisa sedikit menginspirasi puluhan adik-adik dari SMP dan SMA peserta gelaran Workshop ini yang datang tidak hanya dari area Tasik, tapi juga dari Ciawi, Ciamis, sampai Banjar! Wow.
Jam setengah sembilan saya sudah nongkrong di parkiran SMA Al-Muttaqin. Sebagai pembicara pertama, tentunya nggak lucu kalo saya datang telat. Makanya, meski acara baru dimulai pukul sembilat lewat (pada akhirnya, karena ada seremonial yang dilakukan), jauh sebelumnya saya sudah siap. Apalagi lokasi sekolah ini nggak begitu jauh dari rumah, lima-sepuluh menit berkendara saja sudah sampai di lokasi. Tak lama saya dijemput Afrilia, salah seorang panitia dari Qsmart, yang kemudian mengajak ke ruang acara.
Acara sudah dimulai. Lantunan ayat suci Al-quran menyambut kedatangan saya. Ternyata sudah ada Pak Jenal, Kepala Sekolah SMA Al-Muttaqien, yang akan membuka resmi workshop tersebut, dan juga Pak In In, Wakasek Kurikulum/Pembina Kirlistik, yang ternyata masih mengingat saya karena dulu pernah diundang ke sekolah ini pula saat diminta menjadi juri Lomba Blog. Seremonial pun berlanjut sampai akhirnya tiba giliran saya untuk berbicara. *eng-ing-eng*
Materi yang saya paparkan saat itu adalah seputar dunia tulis menulis dan kaitannya dengan sosial media. Dengan materi seperti ini, saya merasa tertarik kembali beberapa tahun ke belakang, saat saya baru memulai aktivitas ngeblog, gabung di komunitas blogger (blogfam), yang kemudian membuka jalan terhadap dunia penulisan. Tak heran saya begitu bersemangat menceritakan bagaimana lewat Sosial Media akhirnya saya menemukan bakat terpendam; menulis. Mengingat banyak peserta workshop yang ternyata memiliki ketertarikan terhadap dunia penulisan, saya pun berusaha menekankan bahwa kesempatan itu selalu terbuka lebar, bahkan melalui media sosial yang tengah marak sekarang ini. Banyaknya ajang penimbaan ilmu lewat grup-grup penulisan di facebook dan event-event lomba penulisan, adalah peluang yang harus dimanfaatkan dengan maksimal. Sosial Media tidak lagi hanya ajang untuk berinteraksi dan menjalin pertemanan belaka, lebih dari itu menawarkan banyak sekali kesempatan untuk mengembangkan bakat yang dimiliki.
Banyak contoh sukses yang bisa kita lihat bagaimana sebuah sosial media bisa melambungkan bakat dan kemampuan seseorang. Siapa tidak kenal Raditya Dika? Tulisan iseng dan ngocol di blognya telah mengangkat dia sebagai seorang selebritas baru di dunia penulisan. Atau Arief Mohammad yang gara-gara akun Poconggg-nya di twitter berhasil mengangkat namanya ke jenjang yang lebih tinggi. Sebut juga Trinity yang karena blog 'The Naked Traveller'nya sudah mengukuhkan dia sebagai backpacker paling terkenal di Indonesia. Tidak lupa, tentu saja sosok humble rupawan bernama ... Iwok Abqary! *hiyaaaat.... geplak! pentung! Bantai!*
Tanpa jeda lama, saya kemudian lanjut ke materi berikutnya mengenai tips-tips penulisan. Dibanding materi pertama, sesi kedua lebih terlihat menarik perhatian peserta. Mungkin karena bahasannya lebih spesifik ke jalur penulisan. Dan saya pun nyerocos kembali sampe kemudian baru nyadar kalo ada seorang panitia yang ngasih kode ke moderator kalo waktunya sudah habis. Hah, habis? tapi materi saya kan belum habis? Hiyaaa... gimana nih? Pas saya tanya ke moderator, ternyata dikasih waktu lima menit lagi buat tanya jawab. Lah, tapi materi saya belum selesai! *keukeuh* hehehe. Akhirnya saya ngebut menyampaikan materi, karena nggak lucu juga kalo bahasannya kok ngegantung. Penanya pun akhirnya cuma dibatasi dua orang saja, mengingat waktu yang sudah kebablasan. Dari rumah sebenarnya saya sudah bawa 4 buku buat doorprize. Mengingat hanya dua penanya saja, hanya dua buku pula yang akhirnya dibagikan. Penanya yang beruntung masing-masing memilih novel DOG'S LOVE dan Antologi FIGHT, LOVE,HOPE.
Seru! Senang sekali saya bisa terlibat dalam gelaran yang melibatkan banyak anak muda (remaja) di dalamnya. Panitia-panitianya yang gesit dan cerdas dalam menyusun sebuah workshop bergizi, plus pesertanya yang antusias mengikuti rangkaian acaranya. Selain saya, ada dua pembicara lain yang akan menyemarakan wawasan peserta workshop tentang arti dan manfaat sosial media dalam kaitannya dengan dunia jurnalistik. Mereka adalah Yudha P. Sunandar (Pimred SalmanITB.com) yang saya kenal sewaktu sama-sama diundang ke acara ASEAN Blogger Conference di Bali, dan Yogi Ahmad Fajar (pimred Bulaksumur.com - UGM) yang telah saya kenal sewaktu dia masih sekolah di SMA Al-Muttaqin ini dan mengundang saya sebagai juri lomba blog.
Dunia penulisan memang sudah menarik banyak remaja saat ini. Usai menyelesaikan tugas saya sebagai pembicara, perbincangan pun kembali berlanjut dalam suasana santai. Kebetulan usai materi saya dilanjutkan acara break salat zuhur dan makan siang. Beberapa peserta dan panitia merubung untuk menanyakan banyak hal yang belum tuntas terbahas dalam materi tadi. Asyik. Melihat semangat mereka, saya yakin mereka akan berkiprah banyak setelah ini dan beberapa tahun ke depan. Amin. Semoga apa yang saya sampaikan memang bisa menginspirasi mereka, kalau peluang mereka sangat terbuka lebar. Kuncinya cuma satu, ada kemauan, mau belajar, dan ada usaha. *eh, itu mah tiga ya, bukan satu* :D
Yang menyenangkan, dalam obrolan singkat dengan Pak Zainal, Kepsek SMA Al-Muttaqin ini, tercetus keinginan adanya program lanjutan pelatihan penulisan tidak saja untuk siswa, tapi juga untuk guru-guru dan kepala sekolahnya. Lebih jauh, diharapkan program itu dapat menghasilkan sebuah karya nyata dalam bentuk buku. Amiiin.... ayo Pak, kita laksanakan!
Ucapan terima kasih buat Fathia, Affrilia, dan seluruh panitia dari QSmart yang sudah mengundang saya untuk hadir dalam acara ini. Tetap pertahankan semangatnya ya.*Foto diculik dari Affrilia Utami
Senin, 02 April 2012
Cherrybelle VS Iko Uwais
jual bantal foto
Gara-gara parkir depan 21 sebelum masuk Plaza Asia, Abith dan Rayya mergokin poster 'Love is U' di jadwal tayang 21 saat ini. Hasilnya bisa ditebak, mereka pengen nonton film Cherrybelle! Hiyaaaa.... asli ini mah nggak bakalan brenti merengek sampe keinginan mereka terlaksana. Mayday!
"Iya, Ayah pada nonton aja. Ibu mau nyari celana jeans item."
Weks, enak aja! Ogah ah. Akhirnya dengan setengah paksa, digeretlah Abith dan Rayya menuju tujuan semula; belanja bulanan. Meski wajah Abith jadi mutung, gue tetep keukeuh; nggak nonton Cherrybelle. Besok lagi aja, biar gue bisa mikir dulu bagaimana menyelamatkan diri dari kondisi ini. Wkwkwk... pas beres belanja dan balik lagi ke parkiran, dua anak itu mulai meraung-raung lagi karena tuh poster kelihatan lagi. Rayya bahkan sampai ngamuk-ngamuk nggak mau pulang. Darah Chibi mereka langsung menggelora dan demo seketika; "Kami ingin nonton! Berilah kami kesempatan!" *iya, lebay banget sih* Setelah dijanjikan besok siang aja nontonnya, akhirnya mereka mau juga digiring pulang. Fyuuuh.
Semalaman gue mikir, gimana ya dengan besok? Jujur aja gue nggak mau nonton film Chibi. Apalagi tadi lihat di sebelah poster Love is U ada posternya The Raid! Huwaaa.... gue mendingan nonton itu dah. Beneran. Gaung kehebatan Iko Uwais sudah menggema di mana-mana, dan gue udah nunggu-nunggu filmnya tayang di sini. Pas sekarang udah tayang, masa sekarang gue malah milih Cherrybelle? Yang kebayang gue cowok bangkotan sendiri nanti di dalam bioskop, rendengan sama bocah-bocah cilik yang sering rajin nangkupin tangan di dagu.
Gue SMS ponakan gue yang udah SMP dan SMA, maksudnya mau nggak besok nitip anak gue buat nonton bareng? Eh, ternyata mereka nggak bisa karena besok bapaknya mau ultah dan ada acara makan-makan di rumahnya. Iren juga kayaknya ogah banget nemenin anak-anak karena udah bulet pengen keliling mall nyari celana jeans. Halah. Begimana dooong?
Kayaknya gue harus pasrah. Yasutralah kalau ternyata gue harus jadi Twiboy siang itu. latihan dulu yel-yelnya ah; Chibi-chibi-chibi-hah-hah-haaahh!*tutup idung*
Tapi siang itu sebelum berangkat ternyata ada keajaiban datang. Iren mau nemenin Abith dan Rayya. Horeeee.... lagian kan emang sudah seharusnya emak-emak nemenin anaknya ya? Mungkin Iren malu juga kalau status fesbuk, twitter, dan BBM gue bakalan tertulis; "Lagi nonton film Cherrybelle dong. Hyuk mareee...." Hehehe
"Siiip... biar tiketnya Ayah yang bayar," kata gue.
"Loh, memang tadinya juga begitu kan?"
Hihihi. Dan gue pun bebas merdeka. Apalagi Abith dan Rayya asyik-asyik aja gue bakal menghilang sementara. Di pikiran mereka cuma satu; yang penting nonton Cherrybelle! Dan gue pun akhirnya ngacir ke Studio sebelah dengan gempita. Huhuuy. Gue pun akhirnya batal jadi Twiboy. Selameeet.
Dan bagaimana dengan film The Raid sendiri? Ini film action yang asyik! Wajar banget kalau banyak review positif buat film besutan Garreth Huw Evans ini. Koreografi pertarungannya bikin nggak bisa napas. Layaknya film-film laga yang dipenuhi adegan perkelahian, tokoh yang berantemnya susah banget buat mati. Padahal udah digebuk sana-sini, dibanting sini-situ, ditembak, ditusuk, eh masih aja ngelawan. Hehehe. Tapi justru itu lah keunggulan dari film ini. Kalau nggak begitu kayaknya memang nggak bakalan asyik. Di beberapa bagian tampak sekali kesadisan yang ditampilkan. Asli sadis dan keras, sampai beberapa kali pula gue harus merem atau ngangkat kaki (loh?). Jangan coba-coba deh bawa anak di bawah umur nonton film ini. Bahayaaa.
Dari segi cerita sih tidak terlalu banyak yang ditawarkan. Plotnya singkat banget, tentang penyerbuan tim SWAT ke sebuah apartemen kumuh untuk menciduk gembong narkoba. Akting pemainnya (kecuali Ray Sahetapi yang cool banget) masih terlihat kaku semua. Tapi abaikan cerita dan unsur akting para pemainnya, karena pada saat pertarungan berlangsung aksi mereka akan begitu mempesona. Ini memang film laga dimana peran aksinya lebih ditonjolkan daripada ceritanya. Asyiklah, bangga banget ada film Indonesia yang bisa membetot perhatian dan pujian dunia.[]
"Iya, Ayah pada nonton aja. Ibu mau nyari celana jeans item."
Weks, enak aja! Ogah ah. Akhirnya dengan setengah paksa, digeretlah Abith dan Rayya menuju tujuan semula; belanja bulanan. Meski wajah Abith jadi mutung, gue tetep keukeuh; nggak nonton Cherrybelle. Besok lagi aja, biar gue bisa mikir dulu bagaimana menyelamatkan diri dari kondisi ini. Wkwkwk... pas beres belanja dan balik lagi ke parkiran, dua anak itu mulai meraung-raung lagi karena tuh poster kelihatan lagi. Rayya bahkan sampai ngamuk-ngamuk nggak mau pulang. Darah Chibi mereka langsung menggelora dan demo seketika; "Kami ingin nonton! Berilah kami kesempatan!" *iya, lebay banget sih* Setelah dijanjikan besok siang aja nontonnya, akhirnya mereka mau juga digiring pulang. Fyuuuh.
Semalaman gue mikir, gimana ya dengan besok? Jujur aja gue nggak mau nonton film Chibi. Apalagi tadi lihat di sebelah poster Love is U ada posternya The Raid! Huwaaa.... gue mendingan nonton itu dah. Beneran. Gaung kehebatan Iko Uwais sudah menggema di mana-mana, dan gue udah nunggu-nunggu filmnya tayang di sini. Pas sekarang udah tayang, masa sekarang gue malah milih Cherrybelle? Yang kebayang gue cowok bangkotan sendiri nanti di dalam bioskop, rendengan sama bocah-bocah cilik yang sering rajin nangkupin tangan di dagu.
Gue SMS ponakan gue yang udah SMP dan SMA, maksudnya mau nggak besok nitip anak gue buat nonton bareng? Eh, ternyata mereka nggak bisa karena besok bapaknya mau ultah dan ada acara makan-makan di rumahnya. Iren juga kayaknya ogah banget nemenin anak-anak karena udah bulet pengen keliling mall nyari celana jeans. Halah. Begimana dooong?
Kayaknya gue harus pasrah. Yasutralah kalau ternyata gue harus jadi Twiboy siang itu. latihan dulu yel-yelnya ah; Chibi-chibi-chibi-hah-hah-haaahh!*tutup idung*
Tapi siang itu sebelum berangkat ternyata ada keajaiban datang. Iren mau nemenin Abith dan Rayya. Horeeee.... lagian kan emang sudah seharusnya emak-emak nemenin anaknya ya? Mungkin Iren malu juga kalau status fesbuk, twitter, dan BBM gue bakalan tertulis; "Lagi nonton film Cherrybelle dong. Hyuk mareee...." Hehehe
"Siiip... biar tiketnya Ayah yang bayar," kata gue.
"Loh, memang tadinya juga begitu kan?"
Hihihi. Dan gue pun bebas merdeka. Apalagi Abith dan Rayya asyik-asyik aja gue bakal menghilang sementara. Di pikiran mereka cuma satu; yang penting nonton Cherrybelle! Dan gue pun akhirnya ngacir ke Studio sebelah dengan gempita. Huhuuy. Gue pun akhirnya batal jadi Twiboy. Selameeet.
Dan bagaimana dengan film The Raid sendiri? Ini film action yang asyik! Wajar banget kalau banyak review positif buat film besutan Garreth Huw Evans ini. Koreografi pertarungannya bikin nggak bisa napas. Layaknya film-film laga yang dipenuhi adegan perkelahian, tokoh yang berantemnya susah banget buat mati. Padahal udah digebuk sana-sini, dibanting sini-situ, ditembak, ditusuk, eh masih aja ngelawan. Hehehe. Tapi justru itu lah keunggulan dari film ini. Kalau nggak begitu kayaknya memang nggak bakalan asyik. Di beberapa bagian tampak sekali kesadisan yang ditampilkan. Asli sadis dan keras, sampai beberapa kali pula gue harus merem atau ngangkat kaki (loh?). Jangan coba-coba deh bawa anak di bawah umur nonton film ini. Bahayaaa.
Dari segi cerita sih tidak terlalu banyak yang ditawarkan. Plotnya singkat banget, tentang penyerbuan tim SWAT ke sebuah apartemen kumuh untuk menciduk gembong narkoba. Akting pemainnya (kecuali Ray Sahetapi yang cool banget) masih terlihat kaku semua. Tapi abaikan cerita dan unsur akting para pemainnya, karena pada saat pertarungan berlangsung aksi mereka akan begitu mempesona. Ini memang film laga dimana peran aksinya lebih ditonjolkan daripada ceritanya. Asyiklah, bangga banget ada film Indonesia yang bisa membetot perhatian dan pujian dunia.[]
Langganan:
Postingan (Atom)