Rabu, 10 Juni 2015

[Behind The Book] Me Love EXO

jual bantal foto
Penerbit : Nourabooks - Rp. 29.000,-

Saat mendapatkan tawaran untuk menulis duet dengan anak saya, Abith (12 tahun), saya langsung bilang; “Oke!”. Abith sudah terlihat bisa dan suka menulis. Beberapa tulisan pendeknya pernah dimuat di Majalah BOBO, Kompas Anak, dan Majalah Binar. Masalahnya, dia kadang masih sering malas-malasan. Beberapa draft tulisannya bahkan menggantung begitu saja, tanpa kejelasan kapan akan dibikin tamat. Sepertinya, belum ada pemicu ‘kenapa saya harus sering menulis?’. Beberapa kali ‘paksaan’ yang saya lakukan hanya berbuntut keterpaksaan dan wajah merengut saat dia akhirnya mau menulis beberapa paragraf dan kemudian berhenti kembali.

Saya memang tidak ingin memaksakan sesuatu yang tidak disukai Abith. Kalau memang dia suka menulis, dia pasti akan melakukannya sendiri dengan suka cita—seperti yang dulu saya lakukan saat kecil. Mengingatkan untuk kembali menulis seringkali saya lakukan, tapi tidak lagi dengan paksaan. Apalagi setahun terakhir Abith sudah duduk di kelas 6, dengan waktu belajar yang semakin padat, ditambah sekolah agama setiap siang sampai sore, plus les bahasa Inggris dua kali seminggu. Saya semakin tidak ingin memaksakan kehendak hanya untuk menyenangkan perasaan saya.

Tapi, saat mendapatkan tawaran ini, saya optimis Abith mau kembali menulis. Seketika saya mendapatkan ide cerita yang akan kita tulis berdua; menuliskan sesuatu yang sangat dia suka! Dua tahun lalu, Abith mulai menyukai One Direction, boyband asal Inggris yang melejit jadi idola dunia gara-gara ajang X-Factor UK. Semua lagunya Abith hafal. Video klipnya, konsernya, dan semua tentang One Direction yang ditayangkan di youtube memenuhi dua buah flashdisk-nya. Video-video  itu diputar setiap hari di setiap ada kesempatan. Tidak heran kalau saya kemudian ikut teracuni dan bahkan ikut hapal lagu-lagunya. Hehehe. Ya, sebelum saya menyerahkan sebuah video untuk ditonton, saya sudah menyeleksi (menonton)nya terlebih dulu; aman atau tidak untuk anak seumurannya. Selain itu, Abith mulai mengumpulkan buku-buku biografi boyband ini, dan memenuhi dinding kamar dengan poster-posternya!

Setahun belakangan, minatnya terhadap One Direction mulai bergeser, digantikan oleh boyband asal Korea; EXO! Kasus yang sama terjadi. Saya harus menyediakan flashdisk tambahan untuk menyimpan koleksi video-video lagu EXO dari youtube, karena ternyata Abith tidak mau video One Directionnya dihapus begitu saja. “Aku kan masih ngefans juga sama mereka!” begitu katanya. Well, okelah kalau begitu. Poster-poster EXO pun semakin memenuhi dinding kamar, berbagi tempat dengan poster 1D yang sudah ada.

Dari sanalah ide itu akhirnya muncul. Kalau Abith menulis sebuah cerita tentang EXO, saya yakin dia akan semangat! Betul saja, saat saya sampaikan kabar itu, dia menyambutnya dengan gempita. Apalagi dengan iming-iming; “kalau ceritanya bagus, Abith bakalan punya buku sendiri, lho.”

Mulailah kita diskusi tentang alur cerita yang akan diangkat. Saya menyodorkan tema tentang seorang anak perempuan yang mengidolakan sebuah boyband. Tanpa saya duga, Abith menambahkan dengan semangat beberapa adegan yang membuat saya semakin girang menyusun plot cerita. Sesekali kami tertawa berdua karena saya sengaja memasukkan beberapa kejadian nyata yang pernah dialami Abith.

Ya, dalam benak saya, tokoh Cecil dalam novel ini adalah sosok Abith yang sebenarnya. Adegan di toko buku, tertangkap basah membawa buku EXO ke sekolah, berantem dengan adiknya gara-gara poster yang robek, dan ... ah ya, sosok Ayah Cecil dalam cerita ini pun tidak jauh dari apa yang sudah saya lakukan saat menghadapi kelakuan Abith dengan EXO-nya. Bahkan, Abith memasukkan nama teman-teman sekelasnya juga di buku ini hingga kisah benar-benar seperti nyata.

Jadi, Me Love Exo ini adalah kisah nyata? Nggak gitu juga sih. Tapi banyak kejadian nyata yang akhirnya meramaikan alur kisah ini. Hehehe.

Proses menulisnya sendiri gimana, sih?

Ini dia yang seru. Setelah oret-oretan tentang plot, sekarang tinggal pembagian penulisan bab. Sesuai arahan dari mas Noor H. Dee, editor Nourabook, serial duet ini harus ditulis dalam dua sudut pandang yang berbeda; orangtua dan anak. Karena itulah, saya ambil peranan di sini, membagi tugas mana bab yang harus saya tulis (dengan sudut pandang sebagai ayah/ibu), dan mana yang harus ditulis Abith sebagai Cecil. Penulisannya bergantian. Saya mulai di Bab 1, Abith Bab 2, begitu seterusnya, sehingga peran orangtua dan tokoh anak muncul bergantian. Hanya di Bab terakhir saja saya ikut menambahkan ending yang dibikin Abith, agar lebih menarik dan tambah greget. Hehehe.

Karena target serial duet ini adalah (minimal) 60 halaman, dari awal saya sudah bilang kalau Abith harus bisa menulis minimal 5-6 halaman setiap bab yang ditulisnya. Dan reaksinya adalah; “Hah, banyak amat?” hadyuuuh .... maklum baru, jadi masih syok dikasih target halaman banyak. Hehehe. Tapi saya bilang, kalau alur cerita bab tersebut sudah terbayang, pasti bakalan bisa kok ngejar sampai 6 halaman. Dan ternyata? Abith bisa menyelesaikan setiap bab bagiannya dalam waktu 2-3 hari saja, meski kadang saya yang kebagian melanjutkan ceritanya jadi kelimpungan, karena Abith sering keluar dari plot cerita yang direncanakan. Ujung-ujungnya saya harus berusaha untuk menarik lagi alur kembali ke jalan yang benar. Hehehe.

Tapi seru! Nulis duet dengan anak sendiri benar-benar menyenangkan. Terkadang kita berdiskusi alur cerita di sela-sela makan malam, saling mempertanyakan ‘kok ceritanya jadi begini-begitu’, rebutan laptop karena cuma ada satu, dan ngerumpi asyik gimana caranya promo biar bukunya laku. Hihihi.

So, yang tertarik nulis duet dengan putra-putrinya, ayo beli dulu ME LOVE EXO ini biar kebayang formatnya gimana. Penerbit Nourabook masih nunggu kiriman naskah duetnya tuh. Yuk, ikutan kirim! ^_^

Senin, 08 Juni 2015

[Resensi] Misteri Gua Jepang : Melacak Jejak Rahasia Harta Karun

jual bantal foto

Judul                           :  Misteri Gua Jepang
Penulis                         :  Iwok Abqary
Illustrator                    : Indra Bayu
Penerbit                       :  Kiddo (Gramedia Grup)
Tebal Buku                  :  v + 152 halaman
Cetakan                       : Pertama, Juni 2015
ISBN                           :  978-979-91-0865-4

Memang beda ya, cerita anak yang ditulis oleh penulis kawakan. Kayak yang satu ini nih, Misteri Gua Jepang by Iwok Abqary. Ceritanya asyik, bahasanya enak, dan plotnya rapi. Novel ini merupakan rangkaian Seri Misteri Favorit yang di;uncurkan oleh Penerbit Kiddo. Beraroma detektif karena di dalamnya terdapat suatu misteri yang menarik untuk dipecahkan. Seruu..

Cerita diawali dengan kekesalan Adon karena rencana liburan ke Yogyakarta, batal. Ayah mengalihkan tujuan ke Pantai Pangandaran karena keinginan Kek Pardi. Kek Pardi adalah kakek jauh Adon yang tinggal bersama keluarga Adon. Kakek jauh itu maksudnya kakak dari kakeknya Adon.

Hubungan Adon dan Kek Pardi yang memang tidak terlalu dekat semakin terasa tidak nyaman. Adon kesal, mengapa Kek Pardi memilih Pantai Pangandaran. Tapi ternyata Pantai Pangandaran adalah tempat wisata yang menarik. Akhirnya Adon pun mulai menikmati liburannya.

Suatu malam, Adon terkejut karena tempat tidur Kek Pardi kosong. Adon memang sekamar dengan Kek Pardi di hotel. Lalu Adon turun ke lobby dan mendapati Kek Pardi tengah mengobrol dengan seorang pria. Adon jadi bertanya-tanya. Kemudian menghubungkan dengan perilaku Kek Pardi. Saat baru tiba di Pantai Pangandaran, Kek Pardi langsung ingin segera mengunjungi cagar alam. Di dalam cagar alam itu terdapat beberapa gua. Salah satunya adalah Gua Jepang. Tapi belum sempat masuk ke dalam gua, Kek Pardi pingsan di pintu gerbang.

Setelah mengamati dan menyelidiki, Adon semakin yakin kalau Kek Pardi menyimpan rahasia tentang Gua Jepang. Dan itu berhubungan dengan harta karun peninggalan Jepang. Bersama Ujang, pemandu wisata cilik yang akrab sejak hari pertama, Adon kemudian terlibat dalam petualangan seru dan menegangkan.

Bagaimana kisah serunya? Baca aja yaa.. berasa kembali ke masa kecil deh. Suka banget baca cerita-cerita petualangan ala detektif gini. Kalo versi luar, tetep serial Lima Sekawan juaranya. Versi lokalnya, aku ngefans banget sama serial Noni.. sampe termimpi-mimpi si Godek-nya.. hehe..

Oh ya, yang menarik juga dari novel ini, ada sisipan kotak-kotak info yang memuat fakta unik tentang hal-hal yang terdapat dalam cerita. Misal: tentang Gua Jepang, pedang samurai, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala, dan lain-lain. Kotak info itu dilengkapi pula dengan ilustrasi yang lebih memperjelas keterangannya. Jadi selain menghibur, novel ini juga menambah pengetahuan.

Deskripsi settingnya juga asyik dan detil. Pembaca betul-betul bisa membayangkan suasana tempat yang menjadi lokasi para tokoh beraksi. Hal ini menambah wawasan pembaca tentang daerah wisata di tanah air.

Buat orangtua juga bagus lho, baca buku ini. Setidaknya bisa belajar dari ayahnya Adon, gimana kalau anak kehilangan barangnya yang mahal. Bayangin aja, kamera DSLR punya Adon hadiah dari Ayah, hilang. Dan Ayah tenang ae menghadapinya. Sementara ibunya lumayan ada intro mau ngomel tuh. Hadeuh..


“Ya ampun, makanya hati-hati dong. Itu kamera pemberian Ayah, kan?” Ibu menggelengkan kepalanya.
“Ya sudahlah, bukan rezekimu berarti. Sudah, ayo habiskan kepitingnya!” Ayah menengahi. (halaman 79)

See? Ayah nyantai banget, ya.. kayak cuma kehilangan kaos kaki yang harganya sepuluh-duapuluh ribu doang. Dan di halaman berikut juga, handphone Adon hilang. Oh, tidak.. kalau aku mah udah ngomel sepanjang pantai kayaknya.. wkwkwk..

Back to the novel,  ini adalah novel seri kesepuluh. Semua seri mengangkat setting di tanah air. Bagus banget untuk pengayaan pelajaran IPS. Anak-anak memang perlu pengetahuan macam begini, yang dikemas dalam sebuah cerita yang asyik. Jadi nggak berasa kayak baca pelajaran.

So, novel anak ini recommended buat anak-anak. Ceritanya keren, bikin penasaran, dan bikin pinter.. :)

Dikutip dari sini : http://perpustakaan-linda.blogspot.com/2015/06/misteri-gua-jepang-melacak-jejak.html